60DTK-KABGOR – Menjadi pelaku usaha umumnya belum menjadi perhatian utama masyarakat, apalagi di daerah Gorontalo. Karena selain harus memiliki kemampuan di bidang tersebut, juga membutuhkan modal usaha yang tidak sedikit.
Bahkan untuk membuka suatu usaha, setiap orang harus siap dengan segala konsekuensi yang ada, seperti persaingan antar sesama pengusaha, inovasi, hingga kerugian yang bisa saja terjadi.
Meski demikian, hal itu tidak menjadi alasan bagi Husnan A. Harun, salah satu warga di Desa Timuato, Kecamatan Talaga, Kabupaten Gorontalo, untuk memulai usaha ekonomi kreatifnya sendiri dengan menggunakan modal pribadi sejak tahun 2017 lalu.
Baca juga : Bekraf : Ekonomi Kreatif Berbasis IT Harus Dikembangkan
“Awalnya ide ini muncul karena saya berkeinginan untuk membuat produk yang bisa bermanfaat bagi masyarakat, khususnya masyarakat di daerah saya. Alhamdulillah, usaha ini sudah dapat izin dari dinas ekonomi kreatif kemarin,” tutur Husnan saat ditemui, Minggu (28/04/2019).
Setelah berjalan dua tahun, Husnan pun telah berhasil menciptakan berbagai macam produk kerajinan tangan dengan desain – desain yang menarik.
“Produk yang sampai saat ini kami buat seperti gantungan kunci itu ada beberapa macam, salah satunya yang berbentuk polopalo. Selain itu, kami juga membuat celengan,” ujarnya.
Husnan juga mengaku, seluruh jenis produk itu terbuat dari bahan yang ramah lingkungan yang dalam kehidupan sehari – hari sudah kurang dimanfaatkan.
“Kalau souvenir polopalo itu terbuat dari bambu (hulapa dalam bahasa Gorontalo) itu saya ambil dari lingkungan sekitar tempat tinggal. Sementara untuk yang lainnya seperti gantungan kunci karakter, terbuat dari kain bekas yang kami dapat di tempat jahit. Untuk celengan itu bahannya dari kardus, didapat dari percetakan,” ungkapnya.
Berkat keinginan dan keberaniannya terjun ke duania ekraf, Husnan yang juga alumni mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Gorontalo (UMGO) tersebut sudah mampu mempekerjakan banyak orang.
“Yang membuat polopalo itu ada 12 orang. Lima di antaranya anak putus sekolah, sisanya mahasiswa. Kalau celengan, Ibu – Ibu rumah tangga lima orang dan pemuda 10 orang. Untuk gantungan kunci lain itu dibuat oleh karang taruna. Kalau ditotal kurang lebih 50 orang. Upah mereka itu Rp.1.500 setiap membuat satu buah produk,” jelas Husnan.
Mengingat produk yang ada merupakan hasil dari kerajinan tangan yang dibuat dengan membutuhkan keahlian, ketelitian, serta kerja keras, Husnan menjelaskan, sebelumnya para karyawan itu telah mendapatkan pelatihan.
“Saya yang kasih pelatihan. Karena sebelum itu saya juga sudah belajar membuat produk ini. Saya belajar otodidak,” lanjutnya.
Husnan mengungkapkan, dengan jumlah permintaan yang cukup tinggi, dalam sebulan Ia dan karyawannya dapat memproduksi produk hingga 500 buah.
“Tapi yang paling banyak diminati masyarakat itu gantungan yang berbentuk polopalo. Karena memang produk ini unik dan mengangkat budaya,” jelas laki – laki yang juga ternyata dosen di UMGO itu.
Sedangkan untuk harga, Husnan menjual produknya dengan harga yang cukup terjangkau, yakni pada kisaran Rp.15.000 sampai yang paling murah Rp.5000 per buah.
Sedangkan untuk sasaran penjualan produk, kata Husnan, mereka masih menyasar toko dan warung kecil hingga pasar tradisional di Gorontalo.
“Tapi kita juga kerja sama dengan hotel Maqna,” kata Husnan.
Sementara itu, mengenai keuntungan bersih yang diperoleh, Husnan memperkirakan mencapai angka 30 persen.
“Karena bahannya ramah lingkungan, keuntungan cukup besar,” jelasnya.
Namun, meski telah mengalami perkembangan dalam dunia ekraf, Husnan mengaku masih ada beberapa kendala yang Ia hadapi. Salah satunya kurangnya ketersediaan bahan baku pembuatan produk.
Pewarta : Andrianto Sanga
Editor : Nikhen Mokoginta