Strategi Ismail Pakaya Turunkan Angka Stunting di Gorontalo

Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, Fima Agustina saat meninjau pelayanan kesehatan balita pada Gerakan Bersama3 Melayani Rakyat Sehat Maju Sejahtera (Gebyar SMS) yang dilaksanakan di Puskesmas Taluditi, Kabupaten Pohuwato, Kamis (25/05/2023). (Foto: Istimewa)

60DTK, Kota Gorontalo – Angka penderita tengkes alias stunting di wilayah Provinsi Gorontalo masih cukup jauh dari target yang Presiden RI targetkan pada tahun 2024 yakni 14 persen.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), angka tengkes di daerah setempat masih 23,8 persen di tahun 2022 lalu.

Bacaan Lainnya

Melihat kondisi ini, Penjabat Gubernur Gorontalo, Ismail Pakaya bertekad menurunkan angka tersebut. Berbekal waktu kurang lebih 107 hari menduduki jabatan Penjabat Gubernur Gorontalo, Ia sudah bisa menganalisis apa dan bagaimana caranya menangani persoalan itu.

Pertama dan yang paling utama, Ismail menilai survei SSGI yang menempatkan Gorontalo di angka 23,8 persen tidak punya basis data yang memadai. Sebab jumlah penderita, lengkap dengan nama dan alamatnya tidak dikantongi pemprov maupun pemerintah kabupaten/kota, sehingga sulit untuk diintervensi secara real.

Untuk itu, sejak dua bulan terakhir Ia telah meminta Dinas Kesehatan bekerja sama sampai ke puskesmas untuk memutakhirkan data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM).

Data ini dianggap lebih akurat karena menyertakan nama dan alamat yang diinput berdasarkan hasil pemeriksaan dan timbang badan di setiap puskesmas. Hasilnya, hingga akhir Agustus 2023 didapati ada 4.545 anak penderita tengkes di Gorontalo.

Ismail yakin, jika jumlah tersebut berhasil ditekan hingga akhir tahun nanti, maka secara otomatis survei SSGI tahun 2024 bisa lebih baik dari tahun ini (masih dalam tahap survei hingga akhir Oktober 2023).

“Pak Kepala Bapppeda, Pak Kadis Kesehatan, Pak Kadis Pangan, Pak Kadis Sosial, tolong duduk bersama bahas data yang 4.545 orang ini. Siapa namanya, di mana alamatnya, dan nanti kita bekerja keroyokan keluarkan mereka dari stunting. Saya belum ingin rapat dengan kabupaten/kota dan pihak terkait kalau persoalan data kita saja tidak jelas. Kita tidak tahu mau pakai data apa,” pinta Ismail saat menggelar rapat koordinasi lintas OPD di Aula Rumah Dinas Gubernur, Selasa (29/08/2023).

Jurus Ismail berikutnya adalah mengintegrasikan semua program kerja OPD di pertengahan tahun ini untuk mengintervensi 4.545 penderita tengkes dan keluarganya. Caranya, Ia meminta OPD terkait mengintegrasikan nama dan alamat penderita tengkes dengan keluarganya yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). DTKS dan data Penyasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) menjadi penting karena jadi acuan OPD untuk mengintervensi program.

“Selama ini semua OPD pakai DTKS untuk mengucurkan bantuan, ya kan? Nah, sekarang dibalik polanya. Penderita tengkes yang 4.545 dicari keluarganya apa masuk di DTKS atau tidak? Yang masuk di DTKS silakan diintervensi bantuan, yang tidak masuk DTKS tapi anaknya stunting itu akan diintervensi oleh PKK, Baznas, dan lain-lain, supaya tidak saling tabrakan bantuannya,” tegas Ismail.

“Seluruh program yang belum terealisasi di OPD-OPD saya minta menyasar di jumlah yang tadi, Pak Kadis Kesehatan siapkan datanya. Kalau misalnya sudah dalam proses, ganti orangnya. Pak Kadis Pangan saya tugaskan untuk ini, yaaa, karena Bapppeda itu terlalu banyak dokumen yang harus diselesaikan,” tambahnya.

Langkah terakhir yang tidak kalah penting yakni berbagi peran dengan pemerintah kabupaten/kota. Jumlah 4.545 orang harus dibagi habis antara pemprov dengan pemerintah kabupaten maupun kota. Setiap pemda menjadi semacam pengasuh bayi tengkes, lengkap dengan laporan jumlahnya dan progres timbang badan setiap bulannya.

Selain asupan gizi yang baik melalui penyediaan multivitamin dan makanan bergizi, kebutuhan keluarga penderita tengkes menjadi tanggung jawab OPD lain. Sebagai contoh, kebutuhan sanitasi menjadi tanggung jawab Dinas PUPR-PKP.

“Jangan-jangan keluarga yang ada anak stunting itu tidak ingin jadi pengusaha. Nah, kalau dia tidak ingin jadi pengusaha kemudian dikasih bantuan UMKM oleh Diskumperindag, ya untuk apa kan tidak berguna? Dia justru butuh jamban tapi tidak diberi oleh Dinas PUPR-PKP, ya percuma juga. Jadi tolong bantuannya terintegrasi,” pinta Staf Ahli Menaker RI Bidang Sosial, Politik dan Kebijakan Publik itu.

Dari rapat tersebut ada sejumlah program yang bisa diarahkan untuk menekan angka stunting, selain program Dinas Kesehatan sebagai OPD teknis utama yang menanganinya.

Dinas Kelautan dan Perikanan misalnya, setiap tahun menganggarkan bantuan ikan tuna bagi 119 bayi penderita stunting. Program ini diintegrasikan dengan program TP- PKK yang aktif turun mendampingi keluarga hingga ke tingkat desa.

“Saya kira yang menjadi arahan Pak Gubernur tadi sangat baik. Datanya harus satu dan fokus. Ke depan kita akan menyesuaikan dengan data Dinas Kesehatan untuk mengambil peran dalam hal bantuan ikan. Kalau bantuan multivitamin, telur, dan lain-lain sudah ada, kami fokus di ikan dengan protein yang tinggi,” jelas Sila.

Sementara itu, Dinas Pangan mengambil bagian melalui bantuan bahan makanan bermutu, bergizi seimbang, dan aman (B2SA). Program ini menyasar 225 anak tengkes di Gorontalo.

Selanjutnya ada Dinas Sosial yang melalui program Bantuan Langsung Pangan Pemerintah Provinsi Gorontalo (BLP3G). Bantuan ini lebih spesifik menyasar keluarga miskin sebagai stimulan meringankan beban warga.

Dinas PUPR-PKP lebih fokus pada penyediaan air bersih dan sanitasi. Termasuk program penataan kawasan pemukiman kumuh dan penyediaan infrastruktur dasar warga. Dinas Kumperindag berkontribusi melalui pembinaan dan bantuan bagi pelaku UMKM. (adv)

 

Pewarta: Andrianto Sanga

Pos terkait