60DTK, Kota Gorontalo – Tingkat kekerasan perempuan dan anak di kota Gorontalo masih terhitung tinggi. Untuk menekan agar tidak semakin melonjak, Pemerintah Kota Gorontalo menggelar pertemuan koordinasi lintas sektor, di Aula Kantor Wali Kota, Selasa (6/7/2021).
“Indonesia menetapkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2022 yang kemudian diubah dengan undang-undang nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang berorientasi pada hak-hak anak seperti yang tertuang dalam hak-hak anak,” ungkap Wali Kota Gorontalo, Marten Taha saat sambutan pada kegiatan tersebut.
Tingkat kekerasan di sekolah pun menjadi sorotan pihak pemerintah, dimana presentasi 18 persen anak perempuan dan 24 persen anak laki-laki. Hasil presentasi tersebut masih terhitung tinggi.
Baca juga: Jadi Narasumber LOCALISE SDGs, Marten Taha Paparkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan
“Intimidasi dan dipermalukan adalah hal yang biasa terjadi di sekolah-sekolah, dengan 18 persen anak perempuan, dan 24% anak laki-laki terpengaruh anak laki-laki terutama menghadapi resiko serangan fisik di sekolah,” tegasnya.
Apalagi mereka perempuan yang menikah dibawah usia 18 Tahun, dimana belum siap untuk membangun rumah tangga, kemudian berujung pada KDRT.
“Kekerasan sangat dekat dengan perempuan dan sering terjadi dalam rumah tangga atau KDRT maupun di luar rumah tangga terhadap kekerasan,” ujarnya.
Baca juga: Marten Taha Sediakan Bonus Juara untuk Journalist Mini Soccer Championship 2021
Sehingganya, untuk menyikapi persoalan tersebut pemerintah telah melakukan berbagai upaya pencegahan, salah satunya membuat peraturan daerah nomor 7 tahun 2016 tentang perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan.
“Saya berharap dengan adanya pertemuan lintas sektor pencegahan kekerasan perempuan dan anak yang dilaksanakan selama dua hari ini, akan melahirkan ide dan gagasan serta inovasi dalam upaya kita mencegah kekerasan anak dan perempuan di kota Gorontalo,” imbuhnya. (adv)