60DTK – GORONTALO – Kasus kekerasan yang menimpa Mohammad Akbar (17), salah seorang siswa di SMA Terpadu Wira Bhakti sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Hal itu disampaikan langsung oleh Kasat Reserse Kriminal (Reskrim) Kepolisian Resort (Polres) Bone Bolango, Iptu Laode Arwansyah saat dimintai keterangan via WhatsApp, Senin (26/05/2019).
Ia juga menyampaikan bahwa pihaknya sudah melakukan klarifikasi di SMA Wira Bhakti. Hal tersebut dilakukan setelah pihaknya menerima laporan dari orang tua korban.
Baca juga : Viral Di Medsos, Foto Seorang Model Yang Dianggap Lecehkan Pakaian Adat Gorontalo
“Pelaku maupun saksi – saksi pada peristiwa ini sudah dimintai keterangan semuanya, dan minggu ini akan kami panggil semua untuk diperiksa di Polres Bone Bolango,” ujar Laode.
Selain itu, Laode pun menambahkan bahwa pelaku terduga dalam kasus kekerasan itu berinisial K, AU, dan AS.
Sebelumnya diketahui, Mohammad Akbar adalah siswa kelas XI Madya Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SMA Terpadu Wira Bhakti Gorontalo yang menjadi korban penganiayaan kakak kelas, beberapa alumni, dan pelatih di sekolah tersebut.
Dari kejadian itu, Akbar mengalami luka di bagian kepala, mulut, perut, hingga di bagian kaki karena hantaman pukulan tangan dan alat keras berupa rotan.
Menurut pengakuan korban kepada orang tuanya, dalam peristiwa itu ada 13 orang siswa -termasuk dirinya yang dihukum akibat kedapatan merokok. Namun bukan dibina dengan baik, mereka justru mendapat kekerasan fisik dari para seniornya.
“Dari 13 siswa yang dihukum, cuman anak saya yang mendapat luka berat akibat pemukulan. Anak saya kenapa harus dipukul seperti itu. Ini bukan membina tapi kekerasan,” tutur Nirwana Dunda, Ibu korban saat diwawancarai di Rumah Sakit Aloei Saboe Kota Gorontalo, Selasa (20/08/2019).
Ia pun menjelaskan, kejadian yang menimpa anaknya tersebut baru diketahui dua hari setelahnya. Dirinya menduga, pemukulan tersebut sengaja disembunyikan pihak sekolah.
”Anak saya merasa tertekan dan itu baru kami tahu selang beberapa hari setelah kejadian. Pihak sekolah juga tidak memberitahu kami bahwa anak kami membuat kesalahan di sekolah, hingga akhirnya mendapat kekerasan,” tukasnya. (rds/rls)
Sumber : Read.id