60DTK, Kota Gorontalo – Pemerintah Kota Gorontalo melalui Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A), merespons cepat kasus pencabulan siswa yang dilakukan oleh oknum guru honorer, Selasa (6/02/2024).
Kepala Dinas DPPKBP3A Kota Gorontalo, Eladona Oktamina Sidiki mengatakan bahwa usai menerima informasi dugaan kasus itu, pihaknya langsung memberi pendampingan terhadap korban.
“Kami langsung melakukan pendampingan kasus ini, khususnya pada korban. Jadi kalau fungsi kita itu lebih dominan ke korbannya karena untuk melindungi hak-hak si korban ini, baik anak maupun perempuan. Nah, dalam konteks ini kan korbannya anak,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, pendampingan terhadap korban ini dilakukan oleh lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), untuk memberi hak mereka.
“Sehingga pada saat pihak keluarga dari si korban ini memberikan informasi ataupun melapor ke P2TP2A, itu tim kami langsung melakukan upaya-upaya gerak cepat penanganan dengan cepat. Tindak cepat temu, cepat tuntas. Jadi sudah didampingi sampai dengan ke pihak kepolisian,” jelas Eladona.
Dugaan kasus pelecehan ini telah menuai sorotan khalayak publik, sehingga DPPKBP3A tidak hanya sekadar memberi perlindungan kepada korban. Upaya lain yang dilakukan adalah melakukan pendampingan, baik pendampingan saat pemeriksaan, BAP, hingga pendampingan pelaksanaan visum.
“Karena sekarang sudah berproses di Polda, karena hari Senin sudah selesai visum, jadi kita menunggu hasil resume visum nanti. Hasil resume visum dari Polda seperti apa, kita menunggu tahapan selanjutnya,” paparnya.
“Tetap pendampingan terus kita lakukan. Jadi kita mobilisasi, karena domisili dari korban ini berbeda-beda, ada yang di pusat kota, ada yang di pinggiran. Nah, itu kita mobilisasi. Saya bersama tim, mereka diantar jemput untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,” tambahnya.
Selain itu, Eladona juga menegaskan DPPKBP3A terus menggalakkan sosialisasi di tingkat satuan pendidikan sebagai bentuk pencegahan.
Sosialisasi ini, lanjutnya, untuk menyasar hingga ke lingkungan masyarakat, sehingga masyarakat bisa memahami tindakan-tindakan yang negatif dan melakukan upaya-upaya pencegahan.
“Kemudian yang berikutnya melindungi hak-hak korban, kita pun sudah memfasilitasi dengan keberadaan dari lembaga itu sendiri. Dalam hal ini P2TP2A, kemudian satgas PATBM, satgas TPA,” imbuhnya.
Sementara itu, Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak, Nurhayati Abdullah mengungkapkan, dalam penanganan dugaan kasus ini, pihaknya dihadapkan dengan beberapa kendala yang ditemui di lapangan.
Di antaranya, terkait kecemasan orang tua korban yang kurang terbuka. Hal ini, kata dia, karena mereka menganggap persoalan yang dihadapi anak mereka adalah aib yang harus ditutupi keluarga.
Menurutnya, hal yang demikian menjadi tugas unit PPA, yang nantinya menjelaskan tentang hak anak mereka untuk mendapatkan trauma healing yang menjadi kewajiban negara.
“Jangan takut bapak dan ibu untuk berkoordinasi dengan PPA. Kita peduli kepada anak dan tidak ingin efeknya nanti di kemudian hari. Boleh jadi anak dari korban kekerasan seksual seperti ini nantinya akan menjadi pelaku bahkan menjadi predator anak jika problem dari anak ini tidak tuntas penanganan psikologis mereka,” tandasnya. (adv)
Pewarta: Hendra Usman