60DTK, Opini : Seiring dengan pertumbuhan Kota Gorontalo sebagai pusat ekonomi, pendidikan, dan pemerintahan di Provinsi Gorontalo, berbagai tantangan mulai muncul, salah satunya di sektor transportasi. Kemacetan yang dulunya hanya terjadi sesekali kini mulai menjadi pemandangan rutin di sejumlah ruas jalan utama.
Jalan sempit, parkir sembarangan, dan pertumbuhan jumlah kendaraan menjadi kombinasi yang memperburuk kondisi lalu lintas.
Dalam situasi ini, wacana penerapan jalan satu arah mulai kembali mencuat. Banyak yang menilai bahwa rekayasa lalu lintas ini dapat menjadi solusi jangka menengah untuk mengurai kemacetan yang makin terasa, khususnya di pusat kota, namun banyak juga yang menilai bahwa penerapan jalan satu arah belum dianggap penting dan dibutuhkan di Kota Gorontalo.
Beberapa ruas jalan seperti Jl. Nani Wartabone, Jl. Kalimantan, atau Jl. HB Jassin kerap kali menjadi titik macet, terutama saat jam pulang sekolah, jam kerja, atau pada momen pasar ramai.
Jalan-jalan ini sebenarnya tidak dirancang untuk volume kendaraan seperti sekarang. Maka, menjadikan beberapa di antaranya sebagai jalur satu arah bisa menjadi langkah taktis untuk merapikan arus kendaraan dan meminimalisir pertemuan lalu lintas yang saling bersilangan.
Namun, penerapan jalan satu arah tentu tidak bisa dilakukan sembarangan. Pemerintah kota perlu melakukan kajian teknis yang mendalam.
Lalu lintas bukan hanya soal kendaraan, tapi juga soal pola aktivitas warga, dampak ekonomi bagi pelaku usaha di sekitar, hingga kenyamanan pengguna jalan seperti pejalan kaki dan pengendara sepeda.
Harus diingat, setiap perubahan arah jalan akan berdampak langsung pada pola mobilitas masyarakat.
Selain kajian teknis, aspek sosialisasi dan partisipasi publik juga sangat penting.
Banyak kebijakan transportasi gagal bukan karena ide dasarnya salah, tapi karena masyarakat tidak dilibatkan sejak awal.
Pemerintah Kota Gorontalo perlu membuka ruang dialog, mengedukasi warga, dan mungkin memulai dengan uji coba terbatas.
Langkah ini akan membantu membangun kepercayaan publik sekaligus menjadi bahan evaluasi sebelum diberlakukan secara permanen.
Belajar dari kota-kota lain seperti Makassar atau Manado, penerapan jalan satu arah berhasil ketika dikombinasikan dengan penataan parkir, perbaikan trotoar, serta kehadiran petugas lapangan yang siaga. Ini adalah paket kebijakan, bukan solusi tunggal.
Namun, kita juga perlu bijak. Jangan sampai solusi teknis justru menimbulkan kebingungan di lapangan. Pemerintah kota sebaiknya memulai dari uji coba terbatas, misalnya di satu atau dua ruas jalan yang memang sudah padat.
Uji coba ini harus dibarengi dengan rambu yang jelas, pengawasan dari petugas, serta evaluasi berkala.
Yang lebih penting lagi: libatkan masyarakat. Jangan hanya undang tokoh-tokoh formal, tapi juga pelaku UMKM, ojek online, dan warga yang tinggal di sekitar ruas jalan yang akan diubah.
Suara mereka penting. Karena lalu lintas bukan hanya soal kendaraan, tapi juga soal kehidupan sehari-hari.
Saya percaya, dengan pendekatan yang tepat, jalan satu arah bisa membantu Gorontalo menjadi kota yang lebih tertib, aman, dan nyaman.
Tapi keberhasilan kebijakan ini bukan hanya ditentukan oleh pemerintah, melainkan juga oleh kita semua sebagai pengguna jalan.
Jadi, apakah Kota Gorontalo perlu menerapkan jalan satu arah? Jawabannya: perlu, jika didasarkan pada data, dilakukan secara bertahap, dan disertai dengan komunikasi yang baik kepada masyarakat.
Ini bukan solusi ajaib yang langsung menyelesaikan semua masalah, tapi bisa menjadi bagian dari strategi besar penataan transportasi kota yang lebih manusiawi dan berkelanjutan.
Penulis:
Azhary Fardiansyah, SH.,M.IKom,
(Asisten Ombudsman RI Prov.Gorontalo