60DTK, Pohuwato – Penjabat Gubernur Gorontalo, Ismail Pakaya akan memfasilitasi dan memediasi tuntutan penambang Pohuwato soal tali asih kepada perusahaan tambang setempat. Sebabnya, isu ini menjadi salah satu pemicu aksi unjuk rasa berakhir ricuh pada Kamis pekan lalu.
“Kita harus bicarakan dengan pihak investor atau perusahaan, manakala sudah ada kesepakatan-kesepakatan, tentu akan kita sampaikan kepada media. Jadi sekali lagi beri waktu bagi pemerintah untuk memediasi, mendialogkan terkait aspirasi penambang dengan pihak perusahaan,” ujar Ismail, Senin (25/09/2023).
Isu mengenai tali asih yang dituntut penambang rakyat atas lahan yang dikuasai PT Puncak Emas Tani Sejahtera (PETS) sendiri memang cukup rumit dipecahkan. Persoalan itu bahkan sudah berlangsung sejak belasan tahun lalu karena kedua pihak belum menemui kata sepakat terkait harga pembebasan lahan.
Diketahui, ada sekitar 2000 proposal penambang yang masuk ke perusahaan dengan nilai ratusan juta hingga miliaran rupiah. Saat aksi unjuk rasa pecah Kamis kemarin, pembayaran tali asih memang sedang berlangsung, tetapi nilai yang diberikan dianggap belum sesuai. Ada warga yang mendapatkan tali asih antara Rp1,5 juta hingga Rp3 juta.
Sebelumnya, saat rapat Forkopimda, Ketua DPRD Pohuwato, Nasir Giasi mengungkapkan bahwa pemerintah daerah setempat telah melakukan beberapa kali upaya mediasi terkait hal ini. Sayangnya, kesepakatan yang diharapkan tak kunjung tercapai.
“Kami Pemerintah Pohuwato sendiri sudah berupaya memediasi. Bahkan kalau bisa tali asih ini di APBD-kan, kami bayarkan di APBD. Biar kami yang puasa bangun infrastruktur, puasa perjalanan dinas dan lain-lain, tapi kan tidak boleh,” ungkap Nasir.
Tidak sampai di situ, Ia juga menyebut bahwa sejak beberapa tahun terakhir pemerintah daerah selalu menganggarkan bantuan usaha, mulai dari usaha warung hingga jualan nasi kuning dengan nilai Rp3 juta. Meski begitu, persoalan belum terurai sebagaimana mestinya.
Pada kesempatan yang sama, Mantan Bupati Pohuwato, Syarif Mbuinga turut menyampaikan solusi. Ia berharap agar pemerintah mendorong untuk membuka wilayah pertambangan rakyat (WPR) dan izin pertambangan rakyat (IPR).
“Maka solusinya adalah sudah sampai di manakah WPR? Bagaimana langkah untuk menghadirkan IPR? ini penting,” kata Syarif.
Menurut Syarif, aksi unjuk rasa yang berakhir ricuh bukan persoalan parsial yang berdiri sendiri-sendiri, melainkan puncak dari ragam permasalahan tambang. Untuk itu, Ia berharap pemerintah provinsi bisa melakukan hal-hal revolusioner agar masalah ini tidak berlarut-larut. (adv)
Pewarta: Andrianto Sanga