Ramadhan Kami Di Desa Dulukapa

Sunset Di Desa Dulukapa. Senin (06/05/2019). (Foto : Leo Pateda)

60DTK – RAMADHAN : Mudik Ramadhan merupakan tradisi anak rantau. Meski tak semua dapat merasakannya, namun mudik Ramadhan memiliki rasa berbeda dibandingkan di mudik-mudik di hari libur biasanya. Hampir sama dengan daerah lain, Ramadhan mengumpulkan kembali anak muda dari desa Dulukapa yang terpisah di perkotaan karna kesibukan masing-masing.

Hari pertama Ramadhan kami di isi dengan tukar cerita karena, masing-masing diantara kami punya jutaan bahkan ribuan cerita yang takkan habis untuk dipertukarkan. Tak sama dengan suasana kota, disini lebih sunyi, hanya ada suara jangkrik dan angin malam.

Bacaan Lainnya

BACA JUGA : Ketuk Sahur: Cara Anak Muda Kampung Bugis Gorontalo Bangunkan Sahur

Tak ketinggalan Sholat tarwih pertama puasa. Di desa ini, sholat tarwih di mulai karena kesepakatan bersama melalui pertimbangan dari masyarakat yang ada. Di mesjid tak banyak kenderaan yang terparkir, karena desa kami bisa dibilang desa yang kecil.

Menjelang sahur, bunyi tiang listrik membangunkan kami. Di banyak daerah banyak yang menggunakan barang-barang bekas untuk membangunkan masyarakatnya di saat sahur, tapi di kami cukup dengan mengetuk tiang listrik yang ada di depan rumah dengan apa saja, asal dia berbunyi, itu sudah cukup membangunkan warga sekitar. Ada juga beberapa tetangga yang akan mengetuk pintu rumah atau jendela untuk membangunkan tetangganya.

Bagian anehnya ada disaat selesai sholat subuh. Bagaimana tidak, setelah subuh kami memilih dermaga untuk menunggu pagi. Sama dengan anak-anak pada umumnya, kami juga jalan bergerombolan.

BACA JUGA : Jelang Ramadan, Peternak Jual Sapi Dengan Harga Tinggi

Menunggu buka, kami memilih untuk berkumpul di depan rumah masing-masing. Ada yang sekedar duduk-duduk, ada juga yang bermain bola di jalanan depan rumah. Sesekali motor menghentikan aktifitas tersebut namun, mereka tau apa yang kami senangi ikut menyenangkan mereka.

Sebelum waktu berbuka tiba, kami bersih-bersih sambil menunggu tiang listrik berbunyi lagi, yang menandakan bahwa sudah waktunya berbuka.

 

Penulis : Leo Pateda

Pos terkait