60DTK – Politik : Mulai maraknya postingan tentang pemilu di Media Sosial (Medsos), dengan cepatnya menumbuhkan sikap masyarakat ikut terlibat dalam isu politik yang ada.
Isu-isu politik yang di bahas,dibagi, dan disebar di media sosial menjadi bahan yang baru untuk dikonsumsi semua publik. Tak terkecuali ASN pun ikut di dalamnya.
Aturan dan larangan terhadap ASN untuk berpolitik sudah lama ada, tapi tetap saja diindahkan oleh beberapa pewagai Aparat Sipil Negara. Mereka tetap saja berpolitik, semau dan sesuka mereka dan tak melihat aturan yang ada tentang larangan tersebut.
ASN punya larangan untuk tidak berpolitik, apalagi tampil dalam spanduk,baliho, atau dukungan yang nyata. Anwar (nama samaran) misalnya yang tak mau disebutkan identitasnya. “Saya tahu itu dulu, ASN tidak diwajibkan untuk berpolitik. tapi bagaimana sekarang, ASN mungkin bisa saja berpolitik, melalui media sosial mereka” Ujarnya.
Dengan keterbukaan informasi di era sekarang yang begitu mudah dan cepat, menjadikan era media sosial, sebagai wajah baru tempat berpolitiknya para ASN.
Lismawy Ibrahim selaku Ketua Bawaslu Kota Gorontalo mengatakan Netralitas ASN harus di jaga, karena mengingat mereka sebagai birokrat negara. Kamis, (29/11/2018).
“ada imbauan untuk ASN untuk tidak terlibat, dari Bawaslu RI, Menpan, Mendagri,dan KPU agar ASN itu sendiri tidak ikut terlibat. Dalam hal apapun, entah itu menanggapi postingan peserta pemilu di media sosial.”
Menanggapi Postingan Peserta Pemilu di Medsos
Aturan tentang larangan ASN agar tidak berpolitik sudah jelas dalam UU No 5 Tahun 2014 pasal 2 huruf f yang berbunyi, bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala pengaruh manapun dan tidak memihak kepada siapapun.
Pelarangan ASN berpolitik dalam pemilu tahun ini, juga di ungkapkan oleh Lapandri Ilahude divisi teknis KPU Kota Gorontalo.
Lapandri berpendapat ASN yang terlibat dalam politik sebenarnya tidak di benarkan. Sudah di jelaskan pada UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
“Salah satu aturannya, adalah tindakan ASN yang mengarah pada keberpihakan pada salah satu peserta pemilu, itu menyalahi aturan.” Katanya
Apalagi jika ada ASN yang berpolitik di media sosial, itu juga melanggar aturan yang ada. “kalau dalam media sosial ada indikasi ASN yang memberikan like dan komentar dalam postingan peserta pemilu. Itu juga melanggar, dan pihak Bawaslulah yang memproses pelanggaran tersebut.” Jelas Lapandri di kantornya, setelah di wawancarai oleh reporter 60dtk.com. 29/11/2018.
Pihak Bawaslu Kota Gorontalo pun, melalui Lismawi menegaskan apabila ada ASN yang terlibat dalam memberikan komentar dalam postingan caleg akan ditindak lanjuti.
“ASN yang berpolitik praktis terhadap pelaksana pemilu, dan tidak menjaga netralitasnya akan dikenakan sanksi. Jika kedapatan, kami pihak bawaslu akan melaporkan ASN tersebut kepada Komisi ASN yang ada di jakarta”.
Berdasarkan pasal 11 huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 tentang pembinaan dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, menyatakan bahwa dalam hal etika terhadap diri sendiri, PNS wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok ataupun golongan, maka PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik, Semisal :
- PNS dilarang melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan dirinya maupun orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Daerah.
- PNS dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Daerah.
- PNS dilarang mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Daerah.
- PNS dilarang menghadiri deklarasi bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah/Wakil Daerah dengan atau tanpa menggunakan atribut bakal pasangan calon/atribut partai politik.
- PNS dilarang mengunggah, menanggapi, (seperti Like, komentar, dan sejenisnya) atau menyebarkan gambar/foto bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah, Visi Misi bakal calon/bakal pasangan calon Kepala Daerah, maupun keterkaitan lain dengan bakal calon Kepala Daerah melalui media online maupun media sosial.
- PNS dilarang melakukan foto bersama dengan bakal calon Kepala Daerah/Wakil Daerah dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan.
- PNS dilarang menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan pertemuan partai politik.
Di lain sisi Arman selaku Dekan Fisip Universitas Ichsan Gorontalo memandang, ASN yang melakukan politik praktis itu tidak menggambarkan mereka sebagai birokrat negara yang harus menjaga netralitas mereka sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara.
“Aparatur Sipil Negara yang mengkampanyekan pilihan politiknya di media sosial, semilas di Twiter, Facebook, dan medium lainnya itu melanggar.” Ujar Arman.
Arman juga menambahkan terkait ASN yang menanggapi postingan Caleg di medsos melangkahi aturan pemerintah yang sudah ada. “meskipun hanya memberikan like atau emot di postingan, sikap menanggapi postingan itu mempunyai pengaruh tersendiri. Apalagi bila memberikan komentar tentang politik, itu jelas melanggar.”tambahnya. (zm).