60DTK – Editorial : Dalam 24 Jam terakhir, Perbincangan soal Startup Unicorn menjadi topik yang ramai dibahas masyarakat Indonesia. Pemicunya adalah Debat Capres ke 2 yang berlangsung Minggu Malam, (17/2/2019).
Pada debat itu, Calon Presiden Joko Widodo menanyakan kepada Capres Prabowo Soal cara mendukung perkembangan Startup Unicorn di Indonesia. Atas pertanyaan itu, Prabowo masih menanyakan ulang Unicorn yang dimaksudkan oleh Jokowi,
“Yang Bapak maksud unicorn? Maksudnya yang online-online itu, iya, kan?” kata Prabowo bertanya balik.
Dalam jawabannya Prabowo mengingatkan soal ancaman hadirnya Startup Unicorn. Menurutnya, menjamurnya Statup Unicorn akan mempercepat uang Indonesia lari ke luar Negeri.
Atas jawabannya itu, Prabowo banyak mendapat bullian dari masyarakat Indonesia. Bahkan sampai memunculkan tagar #02GagapUnicorn. Tagar tersebut bahkan menjadi Tranding Topik Twitter.
Jawaban Prabowo ini bukan hanya menjadi topik hangat di Media Sosial. Media Massa-pun ramai ramai membahas mengenai hal ini. Media media arus utama seperti detik.com, liputan6.com, ccnindonesia.com, tribunnews.com ramai memberitakan hal ini.
Begitu juga dengan Televisi, seperti TVone dan MetroTV, mengulas tuntas mengenai Startup Unicorn ini. Hingga Senin Malam, 24 jam setelah debat berlangsung, topik ini belum tuntas dibahas oleh kedua TV tersebut.
Yang kemudian menjadi pertanyaan, apakah jawaban Prabowo soal Startup Unicorn mempercepat uang lari ke luar negeri memang benar adanya?
Berdasarkan hasil pengamatan penulis dari beberapa perbincangan yang diulas oleh sejumlah media arus utama di Indonesia yang menghadirkan sejumlah narasumber, baik itu dari unsur pemerintah hingga praktisi startup, Jawaban Prabowo tersebut kurang menyentuh permasalahan sebenarnya dari Startup Unicorn
Justru dengan hadirnya Startup Unicorn, malah banyak uang dari luar negeri yang masuk ke Indonesia melalui investasi yang ditanamkan para Investor Luar Negeri atau yang dikenal para kalangan praktisi statup dengan sebutan Venture Capitals.
Ketika sebuah perusahaan rintisan atau Startup Digital mencapai lever Unicorn, maka semakin banyak pula dana luar negeri yang masuk ke Indonesia. Level Unicorn dicapai oleh sebuah Startup, apabila startup itu mampu mengumpulkan investasi atau valuasi lebih dari USD 1 Milyar.
Dengan demikian, semakin banyak Startup Digital Indonesia yang mencapai level Unicorn, maka semakin banyak pula dana luar negeri yang masuk ke Negara ini.
Jika bukan soal uang yang lari ke Luar Negeri, lantas apa ancaman sebenarnya dari hadirnya Startup Unicorn? Apakah menjamurnya startup ini semuanya bernilai positif? Tidak ada ancaman yang berarti bagi bangsa ini?
Dari penelusuran yang dilakukan, penulis menemukan ancaman sebenarnya dari menjamurnya startup digital adalah soal Big Data. Yang muaranya pada ancaman pertahanan negara.
Big data adalah kumpulan data mentah, yang dapat dianalisis secara komputasi untuk mengungkapkan pola dan tren, terutama yang berkaitan dengan perilaku dan interaksi manusia.
Salah satu perusahaan teknologi dalam negeri yang berhasil memanfaatkan big data adalah Go-Jek. Melalui Big Data yang mereka miliki, Go-Jek mampu menebak perilaku para pelanggannya. Dari pola perjalanan dan pesanan yang setiap hari dilakukan si pelanggan, Go-Jek menganalisis dan menebak di mana lokasi si pelanggan saat itu, dan akan ke mana ia pergi.
Setiap startup digital seperti Go-jek, bukalapak, Traveloka, Tokopedia, pasti memiliki Bigdata yang didapat dari setiap transaksi yang terjadi pada aplikasi mereka. Bigdata ini tersimpan pada server mereka.
Permasalahannya, server big data ini berada di luar negeri. Hal ini terjadi karena Indonesia belum memiliki server sendiri.
Jika Big Data masyarakat Indonesia ini berada di luar negeri, lantas apa ancamannya bagi pertahanan negara?
Ternyata Ancaman pertahanan negara atas penyalahgunaan Big Data ini juga sudah dikhawatirkan oleh kalangan TNI. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto bahkan menegaskan, kecerdasan buatan (Artificial Intelligent) yang terhubung dengan Big Data yang tersebar luas di internet, lebih berbahaya dibandingkan nuklir.
Mantan Kepala Staf Angkatan Udara itu mencontohkan adanya sebuah drone dengan ukuran seperti serangga yang dapat mematikan lewat ledakan yang ditimbulkan saat mendekati sasaran.
Drone tersebut sudah dimodifikasi agar terhubung oleh ‘big data’ yang berisikan berbagai identitas seseorang yang beredar di media sosial.
Drone tersebut lantas dapat dikendalikan dengan mudah oleh pihak yang berkepentingan untuk mencari dan menyasar seseorang untuk dibunuh.
“Ancaman yang kelihatannya cuma drone yang kecil, tapi didalamnya terakumulasi data-data identitas seseorang. Jadi, drone itu tinggal serang saja, jadi ini teknologi artificial intelligent yang terkoneksi dari big data,” ungkap Hadi, seperti dilansir dari cnnindonesia.com
Jika ditingkatan militer saja sudah mulai mengkhawatirkan tentang penyalahgunaan bigdata ini, maka sudah sepantasnya pula Pemimpin Negara ini mengambil langkah yang tepat terkait berkembangnya startup digital yang ternyata bigdatanya hanya tersimpan di luar negeri.
Bukan tidak mungkin, bigdata yang dimiliki para startup digital Indonesia ini suatu saat dapat dimanfaatkan oleh kalangan yang ingin menghancurkan negara ini.
Solusinya adalah dengan lindungi bigdata itu dengan membuat sendiri server data di Indonesia. Lindungi jangan sampai bigdata masyarakat Indonesia berada di luar negeri. Ya,, pasti membutuhkan anggaran yang sangat besar. Tetapi tidak ada anggaran yang terlalu besar jikalau digunakan untuk kepentingan ketahanan negara.
Indonesia pasti bisa. Perusahaan digital sekelas Uber saja mampu membuat server sendiri. Apalagi Indonesia yang merupakan suatu Negara. Kita Pasti Bisa.
Penulis : Fery Apantu