60DTK – Gorontalo: Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) mempertanyakan Surat Keputusan (SK) penetapan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Gorontalo pada tahun 2020 mendatang.
Melalui koordinator aksi Ahmad Andrika Hasan, yang juga anggota FSPMI Gorontalo menyampaikan tuntutan yang mereka bawa untuk disampaikan kepada pihak pemerintah, terutama kepada Gubernur Gorontalo yang selaku pengambil keputusan dan yang mengeluarkan serta menetapakan kenaikan UMP di Gorontalo.
Menurut Ahmad, sudah seharusnya pemerintah menetapkan kenaikan UMP di Gorontalo sesuai dengan surat edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Ketenagakerjaan mengenai kenaikan UMP pada tahun 2020 mendatang bagi setiap provinsi. Dalam Permenaker itu menurut Ahmad harus sudah ditetapkan pada bulan November kemarin.
“Paling lambat itu sesuai surat edaran kementerian pada tanggal 1 November kemarin, ini sudah masuk awal Desember. Kami hanya mempertanyakan penetapan SK itu kapan?,” ujar Ahmad saat melakukan orasinya di halaman kantor Dinas Penanaman Modal, ESDM, dan Transmigrasi, Provinsi Gorontalo, Selasa (3/12/2019).
Ia juga mengatakan, kalau pada dasarnya SK ini lambat ditetapkan oleh pemerintah maka Pak Gubernur selaku pemegang kuasa akan mendapatkan sanksi sesuai dalam surat edaran Permenaker RI N0.B-M/308.01.00/x/2019 tersebut. “Kami datang ke sini secara damai, kami hanya ingin menyampaikan aspirasi para buruh kepada pemerintah, karena dalam penetapan SK itu ada banyak buruh yang menggantungkan harapannya.”
“Saya selaku anggota FSPMI meminta kepada pemerintah khususnya Pak Gubernur untuk secepatnya menetapkan SK UMP ini, kami juga tidak mau karena waktu yang terlalu lama Gubernur Gorontalo akan kena sanksi, kami juga paham Pak Gubernur berlatar pengusaha dan pasti paham. Hanya saja, mungkin ada oknum-oknum yang ada di Dinas Ketenagakerjaan yang punya sikap Asal Bapak Senang (ABS) yang memperlambat SK penetapan UMP dan kami juga sudah punya beberapa nama anggota dinas yang coba-coba bermain dengan para pengusaha,” kata Ahmad.
Dalam aksi tersebut, Ahma juga mengatakan, bahwa pada tahun depan biaya iuran BPJS naik hampir 100 persen, dan jika tidak dibarengi dengan upah yang setimpal maka buruh akan terus melarat. “Kita bisa lihat Polri, TNI, ASN, mereka mendapatkan gaji yang baik, sedangkan kami buruh hanya mau menuntut kenaikan upah saja. Karena di negara ini buruh selalu ditempatkan di kelas paling bawah oleh Pemerintah.”
Menaggapi aksi yang dilakukan oleh FSPMI Gorontalo, Sekretaris Dinas Penanaman Modal, ESDM, dan Transmigrasi, Provinsi Gorontalo, Rugaiyah Biki menyampaikan permohonan maaf kepada masa aksi karena tidak bisa diterima langsung kepala Dinas Penanaman Modal, ESDM, dan Transmigrasi, karena masih melaksanakan ibadah umroh.
“Pertama-tama saya sampaikan Bapak Kepala Dinas sedang menunaikan Umroh. Untuk itu saya sampaikan kepada bapak/ibu yang menyatakan pendapatnya hari ini, kami terima semuanya. Jadi memang setelah rapat dewan pengupahan sudah ada rekomenadasi teknis dari dewan pengupahan kepada Gubernur untuk mengeluarkan surat keputusan mengenai penetapan UMP tahun 2020. dan Kalau dilihat batas waktunya memang pada tanggal 1 November kemarin,” ujar Rugaiyah dihadapan masa aksi, Selasa (3/12).
Menurut Rugaiyah, dengan menanggapi kenaikan UMP yang diserahkan oleh dewan upah, kami juga tahu semua ini untuk kepentingan teman-teman buruh, tapi kami dari pihak pemerintah harus juga melihat dari kacamata dari pihak pengusaha.
“Bagaimana kalau kita naikan UMP ini apakah akan menyamankan investor yang ada di Provinsi Gorontalo atau malah sebaliknya, jadi banyak surat yang masuk ke kami untuk menangguhkan terkait kenaikan UMP ini.”
Surat-surat yang masuk pun beragam, beberapa surat yang masuk ke kami ada yang meminta menangguhkan dan ada yang meminta untuk menaikan beserta dengan nominal angkanya. Alasan mereka yang menangguhakan karena angka yang diberikan ke kami sebesar 2,7 dianggap terlalu tinggi bagi perusahaan mereka.
“Setelah Gubernur Gorontalo menerima rekomendasi dari dewan upah bahwa ini angka UMP yang akan ditetapkan sebebsar 2,7 pada tahun 2020. Dan banyaknya surat yang masuk untuk menangguhkan kenaikan UMP tadi karena dianggap terlalu tinggi oleh beberapa perusahaan, maka dari itu Bapak Gubernur tidak menahan, tapi meminta dinas terkait seperti Biro Hukum, Inspektorat, dan Dinas Keuangan untuk melakukan kajian terlebih dahulu untuk mencarikan solusi yang terbaik mengenai penetapan UMP pada tahun 2020,” jelasnya.
Ia juga menegaskan, dampak akhir jika perusahaan di Gorontalo tidak mampu memenuhi serta membayar UMP tadi yang dianggap terlalu tinggi maka akan berimbas pada buruh juga. Artinya jika perusahaan tidak mampu membayar pekerja/buruh sesuai UMP yang berlaku, akan memberikan dampak buruk juga kepada bapak/ibu buruh dan kaum pekerja.
“Kenapa? Karena jelas mereka akan mengurangi pekerja dan melakukan PHK. Karena tidak mampu membayar UMP tadi sebesar 2,7. Itu alasannya, kita melakukan kajian dulu, dan pihak kami juga masih terus melakukan komunikasi dengan dewan pengupahan pusat mengenai penetapan UMP tahun 2020 di Gorontalo untuk mendapatkan angka yang rasional dan proporsional,” tambahnya.
Mengenai waktu penetapan atau batas waktu, Rugaiyah sendiri meminta kepada FSPMI kira-kira kapan waktu yang baik untuk ditetapkan sebelum awal tahun 2020 mendatang.
“Kalau soal waktu saya kira bisa kita bicarakan, mengenai batas waktunya untuk SK UMP tadi sebelum tahun 2020, dan ini juga akan kami sampaikan kepada pak Gubernur. Kira-kira kapan waktu yang bagus.”
Mendengar permintaan waktu tersebut, Ahmad selaku koordinataor aksi memberikan waktu selambat-lambatnya sampai pada tanggal 5 Desember mendatang, kalau pada tanggal tersebut tidak ada hasil yang didapatkan. Maka Ahmad berjanji akan kembali lagi dengan jumlah massa aksi yang banyak.
Penulis: Zulkifli M.