60DTK, Kota Gorontalo – Rencana Pemerintah Pusat untuk menyesuaikan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis pertalite dan solar terus menguat dalam beberapa waktu terakhir.
Katanya, alasan pemerintah mulai mengkaji kebijakan tersebut karena beban subsidi BBM dan kompensasi energi yang dialokasikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tahun 2022 membengkak hingga Rp502 triliun.
Melihat hal ini, Anggota DPRD Kota Gorontalo, Mucksin Brekat turut memberikan komentar. Menurutnya, jika harga BBM subsidi tetap mengalami kenaikan, harga barang-barang lain pun bakal ikut melonjak.
Penilaian Mucksin bukan tanpa dasar. Sebab pada 3 Agustus 2022 lalu, Pertamina sudah menaikkan harga BBM nonsubsidi seperti pertamax turbo, dexlite, dan pertamina dex. Karena hal ini, harga beberapa barang seperti semen, besi, dan barang metal lain juga naik.
“Yang saya takutkan, yang tidak mampu dikontrol oleh pemerintah adalah laju inflasi yang naiknya tidak karu-karuan, eskalasi bisa saja terjadi hampir di semua produk,” ujar Mucksin.
Di sisi lain, jika pemerintah daerah ingin membantu daya beli masyarakat tetap terjaga, anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tidak akan mampu.
Pasalnya, kewenangan-kewenangan pemerintah daerah yang berpotensi menambah pendapatan asli daerah (PAD) “diamputasi” dengan lahirnya regulasi-regulasi yg memutus mata rantai kewenangan daerah.
“Misalnya seperti pengurusan SIGU (surat izin gangguan usaha), IMB (izin mendirikan bangunan), atau izin-izin tertentu lainnya,” jelasnya.
Padahal, kata Mucksin, yang paling terhindar dari kewajiban membayar administrasi pengurusan tersebut justru orang-orang yang tergolong mampu dalam hal ekonomi seperti pemilik retail, pabrik, usaha properti raksasa, dan lain-lain.
“Yang jadi korban adalah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan orang-orang miskin. UMR bahkan UMP tidak bisa naik karena pundi-pundi PAD diamputasi oleh regulasi yang “merampas” hak-hak daerah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 tentang Otonomi Daerah,” keluh Wakil Ketua Komisi B tersebut.
Oleh karena itu, Ia menyarankan Pemerintah Pusat agar melakukan pengawasan secara ketat terhadap siklus pasar, terutama terkait harga-harga kebutuhan pokok dan bahan bangunan.
“Perlu adanya pengawasan ketat dan melekat secara vertikal terhadap siklus pasar, terutama terhadap kebutuhan pokok dan bahan bangunan,” tandasnya. (adv)
Pewarta: Andrianto Sanga