60DTK, Kota Gorontalo – Pemerintah Kota (Pemkot) Gorontalo, menyangkan aksi kekerasan yang dilakukan oleh salah satu siswa kepada siswa lainnya, di taman Kota Gorontalo, pada Jumat (15/9) lalu.
Pelakunya diduga adalah salah satu siswa SMA di Kota Gorontalo, sedangkan korbannya adalah siswa SMP Kelas 8 di Kota Gorontalo.
Hal ini pun menui komentar dari berbagai pihak, seperti yang disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Kota Gorontalo, Lukman Kasim.
“Saya sebenarnya secara pribadi dan kedinasan sangat menyesalkan terjadinya kasus penganiyayaan tersebut. Kita berharap kasus ini menjadi contoh untuk tidak terulang lagi. Memang diakui bahwa ada hal di mana kita kecolongan dalam mengontrol aktivitas peserta didik setelah mereka pulang sekolah,” ungkapnya.
Menyikapi hal ini, Lukman pun telah mengambil tindakan tegas sebagai langkah pencegahan untuk menghindari kejadian serupa.
Seperti dengan mengintensifkan pembinaan kesiswaan di semua satuan pendidikan di Kota Gorontalo dan pengawasan ketika peserta didik berada di luar sekolah.
Oleh karena itu, khususnya yang terkait dengan pengawasan siswa ini, diharapkan adanya kerjasama semua pihak, baik oleh satuan pendidikan dasar, masyarakat, dan bahkan aparat terkait seperti aparat terkait lainnya.
“Berkenaan dengan kejadian ini, maka ke depan perlu dihadirkan model sanksi yang lebih tegas dan terukur. Misalnya, sanksi kita berikan apabila terdapat peserta didik yang dengan sengaja melakukan tindakan kekerasan seperti tindakan skorsing dalam kurun waktu tertentu,” jelasnya.
“Selain itu, dipindahkan ke luar kota Gorontalo, dan yang berikut lagi mereka bisa dipindahkan ke program paket B kalau yang melakukan kekerasan itu adalah siswa SMP,” tambahnya.
Antisipasi berikutnya yang dilakukan dinas pendidikan adalah melibatkan orang tua dalam hal pengawasan. Sebagai wujud kerja sama aktif untuk melakukan pembinaan agar para siswa terhindar dari tindakan-tindakan kekerasan.
Sebagai langkah awal dalam mengantisipasi kejadian ini, seluruh satuan pendidikan juga dikerahkan Lukman untuk melakukan razia terhadap telepon genggam para siswa. Ini sebagai upaya menghindari adanya grup-grup media sosial (medsos) seperti WhatsApp, Facebook, Instagram, dan lain-lain.
Jangan sampai sosial media ini sengaja dibuat untuk menjadi komunitas di mana beberapa oknum siswa tergabung di dalamnya dan melalui media itu siswa saling berkomunikasi dalam merencanakan aksi kekerasan. Artinya, siswa dilarang untuk bergabung di semua grup medsos.
Pengawasan terhadap peserta didik akan mulai diefektifkan dengan melakukan pemantauan di jam belajar. Lukman menegaskan tidak ada siswa yang berada di luar sekolah pada saat jam pelajaran. Inspeksi keluar juga diterapkan dengan melibatkan peran dari satuan polisi pamong praja.
Berbagai langkah pencegahan yang dilakukan diharapkan Lukman akan bisa memberikan efek jera serta menghindari kejadian serupa terulang di masa yang akan datang.
“Prinsipnya semua pihak merasa prihatin atas kejadian ini dan kita berharap di hari-hari berikut atau di hari-hari mendatang jangan ada lagi kejadian-kejadian seperti ini. Terakhir saya memohonkan maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak atas kejadian ini,” imbuhnya.
Diketahui setiap sekolah telah menerapkan program anti perundungan sebagai bagian dari kurikulum merdeka belajar. Program ini bertujuan untuk mengolah semua potensi peserta didik termasuk mereka yang dinilai bermasalah atau kontradiktif terhadap norma dan kaidah-kaidah dan tata tertib agar menjadi potensi yang bernilai baik. (adv/hnd)