60DTK, Gorontalo – Sore itu, seorang pria tua tanpa baju, tampak duduk di sebuah bangku kecil, dan berhadapan dengan wajan yang terletak diatas tungku buatannya sendiri. Tungku yang amat sederhana.
Pria itu terlihat berkali – kali meniup ke arah tungku agar api tidak mati. Dia tidak peduli dengan asap yang menyengat matanya, asal beras dalam wajan itu segera masak, sebab waktu buka puasa hanya kurang dari satu jam lagi.
Tak ada sepotong kue atau pun teh hangat yang tersedia di meja. Saat buka puasa tiba, Ia biasanya langsung menyantap makanan berat dengan lauk seadanya. Meski begitu, Ia tidak pernah mengeluh. Kehidupannya dijalani dengan apa adanya seorang diri, tanpa istrinya yang telah meninggal dunia bertahun – tahun silam.
Baca juga: Keluh Kesah Pedagang Kaki Lima Di Madiun Sejak Pandemi Covid-19 Merebak
Namun siapa sangka? Pria dengan nama Ebu Muhsin ini masih melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan kali ini. Padahal usianya pun tak terhitung muda lagi: sudah menginjak 80 tahun. Jangankan menahan lapar dan dahaga, untuk berjalan saja sudah sulit.
“Sebelum puasa, ada dapat bantuan uang Rp100.000 dengan sembako. Uang itu disuruh beli ikan. Nasi yang dimasak itu beras bantuan,” tuturnya saat saya temui di rumahnya, Minggu (26/04/2020).
Ya, pria yang lebih akrab disapa Pa Ade itu memang tergolong keluarga kurang mampu. Kondisi rumahnya yang berada di Desa Sukamakmur Utara, Kecamatan Tolangohula, Kabupaten Gorontalo, cukup memprihatinkan. Hanya berdinding pitate (bambu) yang mulai rusak dan bolong di sana sini, beratap rumbia dan sebagian tertutupi seng, sedangkan lantainya hanya beralaskan tanah.
Baca juga: Keluh Kesah Masyarakat Terkait Kekeringan Di Kabupaten Gorontalo
Satu hal yang Ia syukuri, di rumah yang kira – kira berukuran 5×7 itu, kondisi kesehatannya masih cukup terjaga. Kalau pun sakit, ada satu orang anaknya yang tinggal bersama di rumah itu, yang bisa merawatnya.
“Kalau sehat – sehat terus, mau puasa sampai selesai (30 hari). Menjalankan ibadah puasa setiap tahun sudah menjadi kebiasaan,” ujarnya sambil memegang tongkat.
Entah bantuan yang diterimanya akan habis kapan, Ia mengaku masih memiliki sedikit persediaan bahan makanan. Pria asal Desa Daenaa, Kecamatan Limboto Barat itu, memang memiliki tanah untuk bertani.
Baca juga: Perduli Warga Miskin, Rusli Siapkan Program Kartu Sembako Murah NKRI
Namun, kondisinya yang tidak lagi memungkinkan bekerja keras dan kondisi alam yang belakangan tidak menentu, berimbas pada waktu tanam yang lambat, bahkan hasil pertaniannya juga ikut tidak menentu. Padahal hasil pertanian ini lah sumber pendapatannya, sekaligus sumber hidupnya yang memenuhi bahan makanan sehari – hari.
“Kalau bantuan sudah habis, masih ada sedikit makanan yang tersimpan,” tukasnya di akhir perbincangan kami, sesaat menjelang buka puasa.
Pewarta: Andrianto Sanga