60DTK – Gorontalo: Naiknya harga jual cabai rawit di beberapa pasar di Kota Gorontalo menyebabkan produksi cabai sendiri mengalami penurunan produksi .
Masalah penurunan produksi cabai rawit dan tingginya harga jual, menurut Sekretaris Dinas Perikanan Kelautan dan Pertanian Kota Gorontalo, Anas Said Badjeber, disebabkan oleh musim kemarau yang masih dirasakan saat ini dan permintaan cabai rawit ke luar daerah Gorontalo yang sangat tinggi.
“Masalah harga cabai rawit setiap tahun dan setiap musim seperti ini sering naik. Di pasar harga jualnya sampai Rp 120.000 per kilogram. Saat ini masih musim-musimnya harga mahal. Pemicu harga naik karena musim, apalagi pada bulan Oktober – Desember pasti harga cabai rawit naik dan paling signifikan menjelang Desember serta perayaan Natal, daerah Manado pasti membutuhkan persediaan cabai rawit yang banyak sehingga permintaannya juga tinggi.” ujar Anas saat ditemui di kantornya siang tadi, Kamis (24/10/2019).
Anas juga menjelaskan, bahwa sebenarnya ada solusi untuk mengurangi kebutuhan cabai rawit di masyarakat dan menekan perilaku konsumtif masyarakat terhadap cabai rawit yang di jual di pasar, yakni mulai memanfaatkan pekarangan rumah sebagai lahan pertanian. Menurutnya, program pemanfaatan lahan pekarangan warga merupakan solusi yang dilakukan Dinas Pertanian Kota Gorontalo yang bekerja sama dengan PKK untuk menekan serapan cabai tadi.
“Karena kebutuhan cabai rawit terlalu tinggi di Gorontalo, maka dari itu pihak kami mengadakan program pemanfaatan lahan pekarangan untuk ditanami cabai rawit salah satunya. Agar ketika panen nanti masyarakat tak perlu lagi membeli di pasar, sudah tersedia di pekarangannya.”
Lanjutanya, tugas pertanian ialah mendorong produksi, baik itu produksi cabai rawit. Karena produksi cabai di Kota Gorontalo Fluktuatif, dibanding dua-tiga tahun yang lalu itu kebutuhannya memang butuh suplai dari luar, tapi saat ini kami bisa mengimbangi melalui penanman cabai dari pekarangan rumah warga.
Namun, meskipun telah menemukan cara untuk menekan sikap konsumtif tadi, Anas juga mengakui kelemahan pemanfaat lahan pekarangan rumah untuk ditanami ialah masalah musim kemarau .
“Model penanaman pekarangan ini juga bisa kena dampak dari musim-musim yang tadi. Apalagi musim kering yang kemarin berpengaruh juga pada produksi cabai sehingga jadi mahal,” ungkapnya.
Selain itu, Anas juga mengatakan, bahwa Kota Gorontalo sendiri tidak memiliki lahan garapan yang besar seperti yang ada di daerah-daerah kabupaten.
“Lokasi penanaman cabai di Kota Gorontalo tidak banyak, hanya ada beberapa saja. di Dembe itu sekitar 2 hektare dan sisanya di Botu juga ada, pokoknya tidak sampai 10 ha. Untuk penggunaan lahan tidur itu kendalanya kepada pemiliknya. Masalahnya si pemilik lahan itu mau tidak tanahnya di tanami seperti tanaman cabai tadi,” jelas Anas.
Di akhir wawancara ia pun menambahkan, untuk menahan laju kebutuhan cabai di Kota Gorontalo, pihaknya telah menggalang kegiatan menanam cabai di pekarangan rumah warga tadi dengan berbagai jenis tumbuhan lain, selain cabai rawit yang telah menjadi kebutuhan warga.
“Kebutuhan Kota tidak bisa disamakan dengan kebutuhan produksi pertanian di Kabupaten. Karena kota tidak memiliki lahan pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat kota,” tutupnya
Penulis: Zulkifli M.