60DTK – Gorontalo : Respon positif ditunjukkan masyarakat Gorontalo terhadap rencana pemerintah Pronvsi Gorontalo untuk membangun Rumah Sakit dr. Hj. Hasri Ainun Habibie (RS Ainun) dengan sistem Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU)
Hal itu seperti terlihat pada jajak pendapat yang dibuat oleh salah seorang warga Gorontalo melalui Strawpoll.com. Jajak pendapat memuat tiga opsi yakni setuju, tidak setuju dan tidak tahu.
Jajak pendapat yang dimulai Rabu kemarin itu hingga Kamis pagi, (18/7/2019) pukul 10.05 WITA sudah diikuti oleh 474 pemilih. Hasilnya menunjukkan bahwa 72.36 persen atau 343 warga memilih setuju, 1.05 persen atau 5 orang memilih tidak tau, dan hanya 26.58 persen atau 126 pemilih yang menyatakan tidak setuju.
Ada dugaan jajak pendapat itu dibuat untuk menggiring opini publik bahwa apa yang dilakukan oleh Pemprov Gorontalo terkait Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) RS Ainun senilai Rp842 miliar adalah hutang yang dicicil selama 20 tahun sebesar Rp90 miliar.
“Ada upaya untuk menggiring niat baik pemprov menghadirkan layanan kesehatan bagi rakyat sebagai opini negatif. Indikatornya dengan tidak banyak memberi penjelasan bagaimana mekanisme KPBU ini kami jalankan. Seolah-olah Pemprov berhutang. Itu pendapat yang keliru,” jelas Kepala Bapppeda, Budiyanto Sidiki, Kamis (18/7/2019).
Hasil jajak pendapat, lanjut kata Budi, menunjukkan bahwa rakyat Gorontalo sudah sangat cerdas menilai kinerja pemerintah. Hal itu sejalan dengan informasi KPBU yang secara terbuka dan konsisten disampaikan untuk mengedukasi masyarakat.
“Alhamdulillah rakyat Gorontalo sudah cerdas untuk menilai i’tikad baik Pak Gubernur, Pak Wagub dan aparatur di Pemprov Gorontalo. Masyarakat kami yakin mendukung, selama diberi informasi dan dijelaskan duduk persoalan yang sebenarnya. Jika ada yang tidak setuju, itu hanya sebagian kecil,” imbuhnya.
Berikut penjelasan Pemprov Gorontalo terkait KPBU RS Ainun:
Bismillah
Ibu/bapak warga Gorontalo yang budiman, ada sebagian kecil pihak yang tidak senang dengan kebijakan Pemprov Gorontalo dengan terus melemparkan isu miring. Salah satunya mencitrakan negatif terhadap kebijakan pembangunan RSUD Ainun dengan kesan dan memberikan tekanan pada isu negatif “berhutang”.
Perlu kami sampaikan, bahwa pembangunan infrastruktur layanan dasar seperti rumah sakit, SPAM, listrik dll yang tidak mampu dikerjakan oleh Pemda dengan anggaran pembiayaan terbatas, dianjurkan oleh pemerintah pusat dengan menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Skema yang diambil oleh Pemprov Gorontalo membangun RS Ainun sebagai rumah sakit tersier tipe B sekaligus rumah sakit pendidikan.
BACA JUGA : LSM Yaphara Dukung KPBU RS Ainun Habibie Asalkan Ada Perdanya
Secara regulasi, KPBU diatur melalui Peraturan Presiden No. 38 Tahun 2015. Dijabarkan Permen PNN/Bappenas No.4 Tahun 2015, Permendagri No..96 Tahun 2016, Perka LKPP No. 19 Tahun 2015 semuanya tentang teknis kerjasama KPBU.
Penting juga kami sampaikan, bahwa mekanisme KPBU bukanlah hutang (membayar angsuran pinjaman + bunga) sebagaimana yang dituduhkan. Sederhananya, KPBU merupakan sistem kerjasama yang melibatkan pihak swasta (selaku investor) yang membangun fasilitas publik, dalam hal ini rumah sakit. Layanan jasa yang dihasilkan saat rumah sakit beroperasi, itulah yang dibayarkan oleh pemprov setiap tahun selama 20 tahun. Atau yang dikenal dengan istilah Avaibility Payment (AP).
BACA JUGA : Proses KPBU RS Ainun Habibie Tinggal Tunggu Legal Opinion
Contohnya pembangunan Sistem Pengelolaan Air Minum (SPAM). Pemda tidak punya anggaran membangun SPAM, maka pihak ketiga membangun. Layanan air yang masuk ke rumah rumah warga itulah yang dibayar dengan jangka waktu tertentu (misalnya 20 tahun). Setelah itu, maka aset SPAM menjadi milik Pemda selamanya.
BACA JUGA : Warga Miskin Butuh Kehadiran RS Ainun Habibie
Lebih daripada regulasi dan skema pembayaran, pembangunan RS Ainun menjadi visi cita-cita luhur Bapak Gubernur, Wakil Gubernur dan seluruh ASN Pemprov Gorontalo untuk mewujudkan suatu rumah sakit daerah yang terbaik di Gorontalo. Kita semua ingin saat sakit mendapatkan fasilitas alat kesehatan yang canggih, dokter spesialis yang berkualitas serta pelayanan yang prima.
Sebagai daerah yang mandiri, Pemprov Gorontalo tidak ingin rakyatnya harus mati terlebih dahulu sebelum meminum obat hanya karena rumah sakit tidak mampu menyediakannya. Mati lebih dulu sebelum sempat dirujuk di Makassar, Manado, Palu dan kota lain karena tidak mendapatkan pelayanan dan hak-hak dasarnya. Terlepas bahwa semua kita yang bernyawa pasti mati, kapan dan dimanapun karena kehendak Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa.
Mari sama sama kita memandang isu ini secara jernih dengan akal dan hati, agar tidak mudah terprovokasi oleh pihak pihak tertentu.
Salam hormat kami, Pemprov Gorontalo.(Adv)