60DTK, Gorontalo: Sejak pandemi covid-19 menyerang Indonesia pada bulan Maret 2020, tidak sedikit orang yang terdampak. Hampir semua sektor dan semua orang mengalami kerugian besar. Tidak hanya mereka yang di kalangan menengah ke bawah, tetapi juga yang dari kalangan menengah ke atas.
Hal inilah yang mendorong saya hari ini bersiap menuju salah satu warung kopi dengan barista terkenal di Gorontalo. Sejak pagi, saya tidak sabar berbincang dengan barista ini. Sekadar ingin tahu, bagaimana Ia bertahan dalam industri kopi, di tengah puluhan tantangan sejak pandemi ini.
Adalah Mickel Jusman, barista itu. Salah satu barista yang sangat diperhitungkan di Gorontalo, dengan Mejoes Kopi-nya yang sudah berdiri sejak 16 Juni 2016 silam.
Siang ini, di hari terakhir bulan November, saat langit kelabu dan awan bergumpal berarak-arak, saya memacu motor menuju Mejoes di Kelurahan Wumialo, Kota Gorontalo. Kepala saya dipenuhi ribu pertanyaan, sementara di belakang saya, hujan mulai mengejar.
Tepat ketika hujan deras ada di atas kepala, saya masuk ke halaman Mejoes Kopi, dan berlari pelan ke dalam. Saat saya tiba, Mickel Jusman sedang mengarahkan seorang tukang. Saya pikir, Ia sedang merencanakan hal baru lagi di Mejoes.
“Hei, bagaimana nantinya wawancara kita?” Tanya pria yang akrab disapa Ikel itu. Saya tersenyum dan menjelaskan beberapa hal, lalu kita masuk ke ruang utama Mejoes.
Hujan rintik-rintik di luar. Ditemani satu gelas es cokleat ala Mejoes, saya pun mulai mewawancarainya. Setiap pertanyaan dari saya dijawab dengan lugas, sambil sesekali tertawa mengenang beberapa kejadian.
Ikel bercerita bahwa sebelum pandemi, Ia punya banyak rencana besar untuk Mejoes Kopi di tahun 2020 ini. Ia ingin menjadikan Mejoes Kopi sebagai kedai terbaik di Gorontalo. Sayang, mimpi besar itu hancur ketika pandemi menyerang.
“Rencana terbesar saya adalah menjadikan Mejoes Kopi sebagai pilihan pertama konsumen sebagai kedai kopi yang menjual kopi-kopi arabika terbaik. Bahkan saat awal pandemi menyerang, Mejoes Kopi sendiri sementara dalam tahap renovasi. Namun, pada akhirnya cita-cita menjadikan kedai kopi terbaik hancur berantakan. Pandemi datang, omzet penjualan berkurang, semua berantakan,” ujar Ikel dengan senyum masam di wajahnya.
Bahkan, Ia mengaku sempat tidak punya rencana apapun kala itu. Yang ada di pikirannya hanya selalu tentang, “Kapan pandemi ini akan berakhir?”
Kala itu, pengunjung Mejoes Kopi berkurang drastis, omzet terjun bebas. Penjualan di Mejoes yang biasanya kurang lebih 50 gelas per hari, kini tinggal 3 hingga 5 gelas per hari, bahkan sampai tidak ada penjualan sama sekali.
“Sekali lagi sempat terlintas untuk menutup kedai demi menekan angka kerugian,” akunya.
Namun, Ikel mengaku kemudian Ia disadarkan oleh keberadaan para pelanggan setianya. Ia menyebut mereka, Jamaah Mejoesiah.
Ikel merasa beruntung sekali memiliki Jamaah Mejoesiah. Di awal-awal pandemi, para pelanggan setianya ini yang terus mendukung Ia untuk tetap bertahan dan tidak putus asa. Bahkan Ia mengaku, terkadang para pelanggannya ini tetap memesan kopi, meski Mejoes Kopi nyata-nyata masih tutup.
“Terkadang mereka memaksakan untuk tetap nongkrong, walaupun harus ngopi dalam kegelapan,” kenang Ikel sambil tertawa.
“Kata mereka, mereka pun bosan berada di rumah terus-menurus, dan hanya berharap pandemi ini segera berakhir. Saya pun berpikir jika Mejoes Kopi tutup saat itu, akan jauh lebih sulit lagi untuk memulai kembali,” lanjutnya.
Saya Ikut tersenyum mendengar kisahnya. Memang benar, dampak pandemi covid-19 tidak hanya dirasakan oleh mereka-mereka di kalangan menengah ke bawah. Ikel, seorang barista ternama di Gorontalo pun merasakan hal itu, hingga ke ubun-ubun. Pelanggannya menyelamatkannya.
“Saat ini penjualan belum kembali normal, tetapi jauh lebih baik dibandingkan saat awal-awal pandemi terjadi,” jawabnya saat saya menanyakan soal kondisi penjualan Mejoes Kopi saat ini.
Kini, Ia pun bertekad untuk kembali melanjutkan cita-cita besar yang sebelumnya sempat pupus karena pandemi. Ia mengaku akan melanjutkan renovasi yang sempat tertunda, dan tentu, cita-citanya menjadikan Mejoes Kopi sebagai kedai kopi terbaik, akan Ia wujudkan.
“Saya akan wujudkan cita-cita itu. Pandemi tidak akan mematahkan saya,” ucapnya mantap.
Sore itu, langit masih kelabu, gerimis masih mendekap bumi, dan saya tersenyum bahagia dengan tekad barista itu. Pandemi tidak boleh mematahkan kita.