60DTK, Kabupaten Gorontalo – Kondisi langit pada hari itu cukup tenang. Dilihat dari wilayah Kabupaten Gorontalo, warna langit tidak terpantau biru terang, tidak pula ditutupi awan hitam.
Pancaran sinar matahari yang perlahan bergerak ke ufuk barat memang tak menembus awan putih yang membentang luas, tapi butiran air yang jatuh setiap detiknya di atas kepala orang-orang di luar rumah hanya bisa dihitung dengan jari tangan.
Di tengah-tengah Terminal Limboto, beberapa orang terlihat sedikit sibuk memberi pelayanan, walaupun di antara mereka juga ada yang sedang berusaha mencari kesibukan, duduk santai, bersenda gurau, bahkan duduk diam sambil termenung.
Ya, mereka adalah para pedagang yang sedang mencari nafkah untuk keluarganya. Pedagang yang sebelumnya ada di Pasar Shopping Center Limboto itu sudah menempati lokasi ini sejak beberapa waktu lalu.
Memang, seluruh pedagang pasar itu mau tidak mau harus pindah tempat lapak. Sebabnya hanya satu, karena proses pembangunan kembali pasar ini sudah dimulai bulan lalu, usai melewati “drama” tender proyek yang cukup panjang.
Terminal jadi salah satu altenatif pemindahan para pedagang khususnya penjual sembako, pakaian, sepatu, pokoknya semua jenis barang kering. Sementara pedagang barang basah ditempatkan di Pasar Kayubulan Limboto.
“Cari apa, Pak?” Tanya seorang pedagang sembako ketika saya baru turun dari sepeda motor dan melintas di depan lapaknya, Jumat (10/06/2022).
“Tidak, Bu,” jawab saya sambil mengayunkan telapak tangan untuk memberi penegasan bahwa saya tidak ingin berbelanja.
Usai menjawab pertanyaan pedagang itu, saya bersama seorang teman kemudian mengelilingi Terminal Limboto. Bukan untuk apa-apa, hanya sekadar melihat lapak-lapak sementara yang masih dikerjakan.
Sekitar 20 menit berlalu, langkah saya terhenti di bagian timur terminal. Tidak jauh dari situ, seorang pria paruh baya tampak sesekali menengok ke arah saya sambil mengatur barang dagangannya.
“Pak, izin tanya-tanya sedikit bisa? Kira-kira apa yang dirasakan setelah pindah jualan ke sini?” tanya saya sambil berjalan mendekati pedagang tadi.
“Yah, namanya pindah tempat jualan, pasti ada perubahan. Apalagi saya di sini baru tujuh hari,” katanya.
Pria yang murah senyum dan diketahui bernama Herson Nurdin ini mengakui bahwa pendapatannya menurun sejak pindah lapak pada akhir pekan lalu. Menurutnya, ini terjadi karena para pelanggan belum tahu tempatnya sekarang.
Selain itu, terpisahnya lokasi pedagang sembako dengan pedagang ikan, daging, sayur-mayur, dan rempah-rempah yang mendapat tempat di Pasar Kayubulan juga ikut berpengaruh.
“Karena banyak pembeli saya itu orang-orang yang sudah habis berbelanja ikan, sayur, atau rempah-rempah. Jadi pendapatan hari-hari juga berkurang,” aku pria 50 tahun asal Kelurahan Kayubulan itu.
Usai beberapa saat berbincang dengan pria ini, saya memutuskan untuk kembali mengitari lagi Terminal Limboto. Sekitar 10 menit kemudian, saya bertemu dan sempat berbincang dengan pedagang lain bernama Hapsa Musa.
Berbeda dengan Herson, pedagang sembako ini justru mengaku bahwa pendapatannya malah meningkat jika dibandingkan saat masih berjualan di tempat sebelumnya. Menurutnya, hal itu dipengaruhi Terminal Limboto yang ramai pengunjung setiap hari.
“Saya pindah ke sini sudah hampir tiga minggu lalu. Di sini saya rasa agak ramai, jadi pendapatan lumayan dari sebelumnya,” ungkap Hapsa sambil tertawa kecil.
Meski begitu, Ia berharap akan mendapat tempat lapak di Pasar Shopping Center Limboto setelah pekerjaan bangunannya selesai pada tahun 2023 mendatang, sebab Ia memperkirakan tempat itu akan jauh lebih ramai dari biasanya.
“Kan ini hanya tempat sementara. Saya juga memang sudah dapat tempat di Pasar Kayubulan Limboto, tapi saya harap akan dapat tempat di Pasar Shopping nanti. Insyaallah,” ujarnya dengan raut wajah penuh harap.
Setelah beberapa saat, perbincangan saya dengan Hapsa Musa seketika terhenti. Ia harus melayani pembeli yang datang, dan saya pun mempersilakannya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 17.50 WITA, saya memutuskan pulang ke rumah dan meninggalkan Teminal Limboto.