60DTK – Sosial : Pada acara Konferensi Keadilan Sosial yang di selenggarakan di Gorontalo oleh ISJN. Rektor Universitas Hasanudin (Unhas) Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA, hadir sebagai pemateri dalam panel diskusi tersebut. Sabtu, (8/12/2018).
Diskusi itu dilaksanakan dalam menanggapi Isu-isu keadilan sosial yang terjadi saat ini.
Prof. Dwia seorang Peneliti sekaligus Akademisi yang bergerak pada isu-isu konflik dan penyelesaian resolusi konflik memaparkan, konflik-konflik di indonesia itu rata-rata mengatasnamakan etnis, ras, agama. Padahal bukan seperti itu penyebab utama konflik terjadi.
“Konflik terjadi akibat adanya ketidakadilan, baik ketidakadilan ekonomi, sosial, ketimpangan antara penduduk asli dan kelompok pendatang, perlakuan kelompok mayoritas kepada kelompok minoritas, dan ketidakadilan politik yang saat ini terjadi”Paparnya pada saat memberikan materi.
Konflik yang terjadi akibat faktor-faktor kekuasaan berlebihan terhadap pemodal besar atau orang yang mempunyai uang lebih banyak. Sehingga kerentanan terhadap konflik tersebut akan melebar,ke berbagai ruang.
“Salah satunya konflik akan merembet ke ranah politik,hukum dan pada penentu kebijakan”Ujarnya.
Penyelesaian konflik serta resolusi konflik yang diberikan terhadap isu sengketa lahan sangat sulit. “Badan Pertanahan Nasional (BPN) sendiri mengaku mereka kesulitan dalam memecahkan konflik tentang sengketa”.
Sehingga konflik yang tercipta akibat ketidakpuaasan atas kepemilikan akan ditempuh sampai ke ranah hukum.
“dari jalur hukum inilah konflik akan banyak di manfaatkan, dan bisa merugikan berbagai pihak” jelas Prof Dwia dalam sesi wawancaranya.
Ketika ditanyai tentang konflik sengketa lahan yang terjadi baru-baru ini di Gorontalo, Prof Dwia sendiri memandang pemerintah harus menjadi jalan penengah dalam masalah seperti ini.
“pemerintah harus menjadi mediator antar kedua kubu yang bersengketa”
Jika konflik tersebut sampai menyebabkan kekerasan terjadi apalagi melibatkan pihak aparat seharusnya pihak berwajib bisa mengambil tindakan yang sesuai data.
“Polisi dan pihak terlibat terkadang tidak mengetahui lebih jauh tentang data atas sengketa, sehingga pada saat situasi sengketa lahan di lapangan memuncak, yang terjadi bentrok antara kedua bela pihak.”Imbuhnya.
BPN sendiri, sering kali di manfaatkan oleh berbagai pihak dalam hal pendataan tentang sengketa lahan, sehingga solusi yang kita punya agar pemda membuat aturan yang lebih jelas jika sengketa lahan seperti ini terjadi lagi.
“Pemerintah Daerah harus mengeluarkan Perda terkait konflik sengketa yang terjadi di Daerah tersebut, bila kita mengharapkan konflik itu tidak akan terus berlanjut.”Ungkap prof Dwia diakhir wawancara. (zm).