60DTK, Kabupaten Gorontalo – Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kabupaten Gorontalo terus membuat terobosan baru untuk membantu pemerintah daerah setempat dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM) serta menekan angka putus sekolah.
Pada Kamis (13/07/2023), mitra kerja Pemerintah Kabupaten Gorontalo ini telah meresmikan program sekolah pasar. Program yang dimulai dari Pasar Kayubulan Limboto itu digagas sebagai bentuk kepedulian terhadap anak-anak yang putus sekolah karena berbagai faktor penyebab.
Yang lebih disayangkan, keseharian anak-anak tersebut kini berbeda jauh dengan anak pada umumnya. Waktu yang mereka punya lebih banyak dimanfaatkan untuk membantu memenuhi kebutuhan dan ekonomi keluarga. Tanpa kenal lelah, mereka berpindah dari satu pasar ke pasar tradisional lain demi menjual barang-barang tertentu.
“Program ini terdorong karena angka putus sekolah, pengangguran, dan kemiskinan di Kabupaten Gorontalo masih tinggi, termasuk juga maraknya kasus bunuh diri,” ungkap Ketua TP-PKK Kabupaten Gorontalo, Fory Armin Naway.
Fory mengatakan, sebelum mencanangkan program ini, Ia telah melakukan studi banding ke Ibu Kota. Di sana, kata Fory, ada guru kembar yang membina banyak anak-anak yang hidup di bawah jembatan.
“Saya melihat langsung itu, dan seketika saya berpikir, kenapa mereka bisa sementara saya tidak. Kemudian saya berpikir lagi bagaimana kami membuat sekolah, tapi tidak mengganggu mereka bekerja membantu ekonomi keluarga,” aku istri Bupati Gorontalo tersebut.
Lebih lanjut, Ia mengaku senang apa yang digagas TP-PKK Kabupaten Gorontalo mendapat respons positif. Pasalnya, anak-anak yang mereka kumpulkan tidak diwajibkan menggunakan seragam dan lain sebagainya sebagaimana siswa di sekolah formal.
Meski begitu, tegas Fory, materi yang diajarkan para guru yang mereka siapkan tetap sesuai dengan kurikulum saat ini. Tidak hanya itu, anak-anak ini juga bakal diajarkan pendidikan keluarga dan keterampilan yang mereka senangi sebagai bekal di waktu mendatang.
“Untuk di Pasar Limboto ini, yang terdata itu ada sekitar lebih dari 50 orang. Ada yang tidak lulus SD, SMP, dan SMA. Saya sudah bicara dengan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, di samping ada ijazah paket, mereka juga diberikan sertifikat skill,” tandasnya. (adv)
Pewarta: Andrianto Sanga