Ternyata Kental Manis Bukan Susu? Ini Penjelasannya

Kegiatan sosialiasi pencegahan stunting yang digalakkan oleh PP 'Aisyiyah bersama YAICI Gorontalo, Selasa (9/10/2023). (Foto: Hendra 60dtk)

60DTK, Gorontalo – Organisasi PP ‘Aisyiyah bersama Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) menggelar sosialisasi pencegahan stunting dengan tagline Kental Manis Bukan Susu, kepada para kader Gerakan ‘Aisyiyah Sehat (Grass), Selasa (9/10/2023).

Sosialiasi itu turut menghadirkan beberapa narasumber dengan keahlian di bidangnya masing-masing, seperti Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo, Anang Otoluwa; ahli gizi klinis spesialis Rumah Sakit (RS) Aloei Saboe, Ceci Karim; juga Wakil Ketua Majelis Kesehatan PP ‘Aisyiyah, Chairunnisa.

Bacaan Lainnya

Anang Otoluwa mengatakan, masalah gizi berujung stunting di Gorontalo salah satunya diakibatkan karena adanya kesalahan persepsi mengenai pangan di masyarakat, salah satunya kental manis yang sejak lama dianggap sebagai susu.

Tak lain, persepsi ini diakibatkan karena iklan dari produsen yang menggambarkan kental manis adalah susu, padahal bukan. Padahal, mengomsumsi kental manis sebagai minuman susu untuk anak dapat menjadi satu faktor tersembunyi stunting pada balita.

“Memang iklan kental manis adalah susu dari produsen sangat menancap di masyarakat dan menjadi mindset ibu-ibu. Maka dari itu, hasil pertemuan ini harus disebarkan bahwa kental manis bukan susu,” tegas Anang.

Lebih lanjut, Ia mengatakan bahwa setelah pertemuan ini Pemerintah Provinsi Gorontalo akan mulai melakukan sosialisasi mengenai kental manis bukan susu, sebagaimana mengacu pada Peraturan Kepala (Perka) BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.

“Selain peraturan pemerintah tadi, kita akan mulai menyadarkan masyarakat supaya memiliki kesadaran agar tidak mengonsumsi kental manis,” terang Anang.

Di tempat yang sama, Kepala Dinas PPPA Provinsi Gorontalo yang juga sekaligus Ketua Pimpinan Wilayah Majelis Kesehatan ‘Aisyiyah Gorontalo, Yana Yanti Suleman secara tegas mengatakan bahwa pernikahan dini juga memiliki kaitan dengan terjadinya stunting.

Ia meyakini bahwa kesiapan umur seseorang menikah memengaruhi kesiapan mental dan kognitif yang nantinya akan menjadi faktor penentu pemenuhan gizi anak oleh orang tua. Menurutnya, semakin siap umur orang tua, maka pemberian gizi tidak tepat seperti kental manis bagi balita tidak akan terjadi.

Maka dari itu, perlu diintensifkan informasi tentang kental manis bukan susu, sama halnya dengan kampanye pencegahan pernikahan dini untuk mengubah persepsi masyarakat, sehingga angka pernikahan dini dan stunting di Provinsi Gorontalo dapat berkurang.

“Sama halnya dengan kampanye pencegahan nikah dini, kampanye kental manis bukan susu juga akan menemui tantangan. Oleh karena itu, perlu adanya bombardir informasi dari seluruh pihak, termasuk media massa tentang kental manis bukan susu,” jelasnya.

Sementara itu, ahli gizi klinis spesialis Rumah Sakit (RS) Aloei Saboe, Ceci Karim mendetailkan bahwa proses produksi kental manis melalui pengawetan dengan kadar gula yang sangat tinggi, sehingga gizinya menjadi kurang dan tidak baik dikonsumsi oleh bayi atau balita.

“Kenapa kental manis tidak baik dikonsumsi? Karena proses pemanasan atau pengawetannya sangat tinggi dan penambahan gulanya juga sangat tinggi, 40 sampai 50 persen kandungan gulanya sehingga gizinya sudah sangat kurang padahal anak butuh asupan gizi yang seimbang,” terangnya.

Di sisi lain, Wakil Ketua Majelis Kesehatan PP ‘Aisyiyah, Chairunnisa menjelaskan, melalui program GRASS, PP ‘Aisyiyah berkomitmen bergerak secara berkelanjutan dari pusat hingga ranting untuk selaras dengan pemerintah dan YAICI untuk menyelesaikan permasalahan stunting ini.

Apalagi guna meluruskan persepsi masyarakat mengenai peruntukan kental manis yang selama ini disalahpahami sebagai minuman pengganti susu bagi balita.

“Setelah pelatihan ini, GRASS akan menjadi program berkelanjutan dan juga merupakan program nasional bagi Aisyiyah yang harus dijalankan dari tingkat pusat hingga tingkat ranting. Jadi tidak selesai sampai sini, tapi berkelanjutan,” paparnya.

 

Pewarta: Hendra Usman

Pos terkait