60DTK, Gorontalo – Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi) kembali mengumumkan kenaikan harga beberapa jenis bahan bakar minyak (BBM), mulai dari pertalite, solar, hingga pertamax, Sabtu (3/09/2022).
Rinciannya, harga Pertalite dari Rp7.650 per liter naik menjadi Rp10.000 per liter; solar subsidi dari Rp5.150 per liter naik menjadi Rp6.800 per liter; dan harga pertamax dari Rp12.500 per liter juga naik menjadi Rp14.500 per liter.
Harga terbaru BBM bersubsidi dan nonsubsidi itu pun secara resmi diberlakukan mulai hari ini, pukul 15.30 WITA.
“Ini adalah pilihan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan subsidi BBM sehingga harga beberapa jenis BBM akan mengalami penyesuaian,” ujar Jokowi dalam jumpa pers di Istana Merdeka, seraya mengakui bahwa saat ini pemerintah membuat keputusan dalam situasi yang sulit.
Sebetulnya, menaikkan harga BBM ini bukanlah hal “aneh” yang dilakukan oleh Jokowi. Menurut catatan yang ada, selama menjabat sebagai presiden pada 2014 lalu, Jokowi sudah pernah 7 kali mengubah harga BBM subsidi.
Dan meski mendapat penolakan keras oleh banyak elemen dan tokoh dari berbagai lapisan masyarakat, Jokowi seolah tutup telinga dan tetap saja menaikkan harga BBM.
Menanggapi hal itu, Ketua DPC Partai Bulan Bintang (PBB) Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo, Kisman Abubakar pun angkat suara.
Kisman Abubakar mengaku menyayangkan sikap pemerintah yang sepertinya tidak punya rasa kasihan terhadap nasib dan penderitaan rakyatnya.
Dari kenaikan harga BBM kali ini, menurut Kisman, Presiden Jokowi seakan tak mau peduli dengan jeritan kesusahan rakyat miskin.
“Rakyat kita saat ini masih belum pulih dari hantaman masalah pandemi covid-19. Harusnya pemerintah fokus dulu menyukseskan pemulihan ekonomi akibat covid-19 melalui program PEN, setelah dianggap pulih, maka barulah menaikkan harga,” tandas Kisman.
Menurutnya, dengan menaikkan harga BBM di saat ekonomi belum pulih akibat covid-19, maka bisa dipastikan hanya akan menurunkan daya beli masyarakat, karena harga-harga lain tentunya akan ikut naik, seperti ongkos transportasi tukang ojek, angkutan umum dan lain sebagainya. Akibatnya, semua harga-harga kebutuhan pun ikut naik dan mahal.
Kisman menegaskan, saat ini rakyat benar-benar sangat membutuhkan keberpihakan dan juga kepedulian nyata dari pemimpinnya, bukan malah makin membuat susah ekonomi rakyat dengan menaikkan harga BBM.
“Kasihan para UMKM, pelajar, petani, nelayan, peternak, dan juga emak-emak akan semakin kesulitan. Belum tuntas masalah lonjakan harga minyak goreng, dan harga telur yang ikut meroket, kini dihantam dan diguncang lagi dengan kenaikan BBM yang sudah pasti memicu kenaikan harga secara signifikan di semua sektor,” ujar Kisman.
Padahal, mayoritas rakyat Indonesia, ungkap Kisman, adalah merupakan masyarakat yang sangat rentan miskin.
“Jika BBM dinaikkan, maka mayoritas masyarakat yang rentan miskin itu akan mengalami guncangan ekonomi, sehingga memungkinkan bertambahnya orang miskin dengan jumlah yang tidak sedikit,” jelasnya.
Oleh karena itu, Kisman berharap pemerintah harus bisa lebih peka dan sensitif terhadap jeritan rakyat di lapisan bawah.
“Bukankah tugas pemerintah itu adalah mendahulukan kepentingan seluruh rakyat, dan berpihak kepada nasib rakyat miskin? Jika demikian, maka pemerintah seharusnya bisa mencari cara lain yang lebih tepat tanpa harus membuat ekonomi rakyat jadi susah dengan menaikkan harga BBM,” imbuh Kisman.