Menikah di Usia Muda Beresiko Bayi Lahir Stunting serta Terkena KEK dan BBLR

Ketua PKK Kabupaten Gorontalo, Fory Armin Naway saat melakukan sosialisasi pencegahan pernikahan dini tingkat kecamatan di Kabgor, Selasa (22/10/2019). (Foto - Humas Pemkab Gorontalo)

60DTK-Gorontalo: Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo membeberkan masalah lain penyebab stunting di Gorontalo selain kurangnya pemberian ASI eksklusif ibu kepada bayi.

Melalui Kepala Seksi Gizi, Kesehatan Keluarga, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Gorontalo, Syafiin Saridin Napu mengatakan, bahwa tren stunting pada anak di Gorontalo dipengaruhi oleh beberapa hal, utamanya pemberian ASI eksklusif yang tidak maksimal oleh ibu kepada bayi. Dan tingginya tren menikah muda di kalangan remaja.

“Kami temukan rata-rata ibu stunting itu menikah pada usia muda. Atau menikah di bawah umur 20 tahun. Dan semuanya bayi yang lahir rata-rata stunting. Faktornya, ketika remaja menikah saat lulus SMP dan SMA dan itu bisa berpengaruh pada anak yang lahir nanti,” ujarnya.

Selain itu Syafiin juga menjelaskan, selain menikah di bawah umur,  Ibu hamil dengan kurang gizi pasti akan beresiko tinggi dan akan menjurus pada ibu dengan kurang energi kronik (KEK) dan berdampak pada Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) sehingga dapat menyebabkan stunting juga.

“Ibu dengan KEK juga memiliki resiko tinggi,”kata Syafiin.

Lanjutnya, Ibu dengan kondisi KEK tadi bisa melahirkan Bayi dengan kondisi BBLR yang biasa kita kenal dengan bayi prematur.  “Anak yang secara BBLR atau prematur berasal dari ibu yang KEK tadi.”

Syafiin juga menguraikan, dampak gizi buruk juga bisa menyebabkan stunting. Dan anak yang stunting akan kelihatan pada umur anak 2 tahun ke atas. Di lihat pada tinggi badan anak. Jika tinggi anak tidak sesuai dengan umurnya, maka anak tersebut stunting.

“Misalnya anak umur 2 tahun, tingginya itu harus satu meter 10 centi, tapi ternyata ada anak hanya 70 centi berarti tinggi badannya tidak sama dengan umurnya tadi. Bisa dikatakan anak itu stunting.”

Ia juga menambahkan, kalau pada umumnya anak yang stunting itu pasti pendek, tapi tidak semua orang pendek kena stunting. “Kalau seperti orang kate (orang pendek) karena genetika berbeda dengan stunting yang dipengaruhi akibat asupan gizi yang tidak baik semasa ia berada dikandungan ibunya.”

Senada dengan Syafiin, Kepala Bidang Kesmas, PP, dan KB, Diskes Provinsi Gorontalo, Rosina Kiu, juga mengatakan hal sama dengan apa yang dikatakan oleh Syafiin sebelumnya.

Menurut Rosina, definisi stunting dilihat dari Gagal Tumbuh, Gangguan Kognitif, dan Sanitasi Lingkungan yang buruk sangat mempengaruhi keadaan anak menjadi stunting.

“Seorang anak yang lahir dengan normal tapi dia hidup dengan lingkungan sanitasi yang buruk, lingkungan tercemar, gizi tubuhnya berkurang mempengaruhi terjadinya stunting pada anak tersebut,” ujar Rosina.

Rosina juga menyebutkan, penyebab stunting lainnya pada keadaan ibu sebelum melahirkan.  Rata-rata ibu hamil sebelum melahirkan hampir 70 persen dinyatakan KEK.

“Jadi kekurangan gizi yang sudah lama karena KEK bisa dari sebelum lahir sampai dengan sesudah lahir.  Dan sisanya 30 persen ibu hamil tidak KEK. Tapi beberapa di antaranya banyak yang kena Anemia,”urai kepala bidang Kesmas, PP, dan KB Diskes Provinsi Gorontalo tersebut.

Ia juga mengatakan, salah satunya penyebab masih belum terkendali dengan baik pencegahan dan penanggulan  terhadap stunting karena pola menikah remaja di bawah umur 20 tahun.“Menikah di bawah umur 20 tahun atau usia masih muda sangat berpengaruh terhadap bayi yang akan dilahirkan nanti. Resikonya terkena stunting,” ujarnya.

“Ibu dengan kurang gizi pasti akan beresiko tinggi dan akan menjurus pada ibu dengan kurang energi kronik dan berdampak pada BBLR sehingga menyebabkan stunting. Dan ketika anak tumbuh menjadi dewasa nanti,  dia tidak akan mampu bersaing dengan anak sebayanya,” tutup Rosina Kiu di akhir wawancara.


Penulis: Zulkifli Mangkau

Pos terkait