60DTK, Gorontalo – Sejujurnya saya sedang kesal sejadi-jadinya ketika membaca judul dan isi berita yang dimuat oleh salah satu media cetak ternama di Gorontalo: Naik Bentor Wajib Kartu Vaksin.
Bagaimana tidak? Bentor yang seyogianya adalah angkutan umum yang familiar bagi masyrakat lokal Gorontalo itu, kini dijadikan alat untuk menekan agar warga mau divaksin. Bentor semacam dialihfungsikan tidak lagi menjadi sarana transportasi umum sehari-hari, melainkan dipaksa harus menjadi alat pendongkrak program vaksinasi Pemerintah Provinsi.
Sebenarnya itu tidak menjadi masalah bagi pemerintah, namun jika aturan yang dibalut dalam bentuk Surat Edaran Gubernur Gorontalo, Rusli Habibie itu sampai memberatkan para abang bentor dan driver ojol lainnya, itulah pokok permasalahannya.
Di masa pandemi ini, bukan tidak mungkin para abang bentor dan driver ojol itu sangat kesulitan mencari penumpamg, pemerintah malah justru mengeluarkan kebijakan yang membuat mereka gusar satu sama lain. Alih-alih menindaklanjuti Edaran Prsiden Joko Widodo, kenyataanya para pengguna bentor (penumpang) yang kedapatan tidak memiliki kartu vaksin akan dikenakan denda entah berupa apa.
Baca juga: Naik Bentor di Gorontalo Wajib Tunjukkan Kartu Vaksin
Maka dari itu, untuk membuktikan kekesalan saya, saya hendak mengajak saudara pembaca sejenak untuk menyelami data terbaru vaksinasi covid-19 yang dirilis oleh Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo melalui Dasboard Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) per tanggal 6 September 2021, pukul 22.09 PM.
Dari data yang diumbar ke publik itu, pada tabel total sasaran vaksinasi tercatat sekitar 938.409 jiwa yang harius divaksin. Artinya, dari total jumlah penduduk Provinsi Gorontalo yang berjumlah kurang lebih 1.171.681 jiwa, mau tak mau, suka tak suka, Pemerintah Provinsi Gorontalo diharuskan untuk menargetkan 99,03% masyarkat Gorontalo sudah divaksin. Semoga analisis mentah saya ini tidak keliru di mata para relawan dan nakes yang hari ini sedang berjibaku melakukan vaksinasi kepada masyarakat Gorontalo.
Pun sebagai info, saya juga bukan pakar epidemologi, apalagi pakar matematika. Bukan.
Sementara itu, pada tabel yang berdasarkan jenis kelamin telah tercatat sebanyak 182.164 jiwa (laki-laki) dan 210.547 jiwa (perempuan) yang telah selesai menerima vaksinasi.
Perlu saya tekankan, saya tidak sedang menghitung berdasarkan umur atau jenis vaksin pun sudah dosis keberapa yang berhasil didistribusikan ke masyarakat. Alasannya sederhana sekali, biar saya dan kita semua cukup mudah menganalisis capaian vaksinasi di Provinsi Gorontalo, dan tentunya kita bisa mengukur sejauh mana kinerja Pemerintah Provinsi Gorontalo yang notabenenya “mengaku” sebagai perpanjangan kebijakan Presiden Joko Widodo sejak pertama kali progran vaksinasi ini diselenggarakan.
Saya lanjutkan.
Jika ditotalkan capaian vaksin berdasarkan gender, maka hasilnya yang kita temukan adalah 392.711 jiwa yang telah tervaksin dari total target yang diharuskan oleh Pemerintah Pusat maupun Provinsi. Bukankah begitu? Dengan kata lain, dalam kurun waktu 8 bulan terkahir pasca-Presiden Joko WIdodo yang menjadi orang pertama yang disuntikan vaksin (sinovac), kita bisa mengasumsikan bahwa Pemerintah Provinsi Gorontalo hanya mampu menyuntikan vaksin sebanyak 41,8 % dari total yang ditargetkan.
Saya kira dan tentu kita semua sangat sepakat jika capaian itu sudah luar biasa dalam kurun waktu kurang lebih 8 bulan terakhir ini. Terlepas kemudahan akses di berbagai wilayah yang ada di Gorontalo, saya kira juga kinerja aparat dan tenaga kesehatan yang saling bahu-membahu satu sama lain adalah ihwal yang patut kita apresiasi. Semuanya hebat dalam mengatasi penyebaran covid-19 dan menjamin kekebalan imun seluruh masyarakat Gorontalo. Tak tahu kalo kekebalan hukum dan kebijakan seperti apa. Tak usah dibahas.
Jika dalam asumsi tersebut Pemerintah Provinsi Gorontalo bisa dikatakan cukup berhasil menajalankan program vaksinasi yang bertaraf nasional itu, lantas untuk apa kebijakan yang mengharuskan pengguna bentor wajib memiliki kartu vaksin? Alih-alih harus divaksin!
Bukankah selama ini nakes dan pihak-pihak yang terkait telah melakukan pendataan hingga ke pelosok wiliyah Gorontalo? Jika yang dijadikan alasan munculnya kebijakan tersebut karena sikap warga yang enggan divaksin, kenapa harus menekan mereka dengan cara harus memiliki kartu vaksin ketika hendak naik bentor?
Bukankah Bentor itu sebagai sarana transportasi (lokal) yang sudah sejak tahun 2000-an beroperasi di seantero Gorontalo?
Lantas jika Pemerintah Provinsi Gorontalo menjadikan bentor sebagai alat/sarana untuk mendorong agar masyarakat di Gorontalo yang belum melakukan vaksinasi bisa sesegera mungkin ikut program vaksin, itu bisa dibilang kebijakan yang bermutu?
Tidak. Tidak sama sekali.
Justru itu adalah bukti bagaimana pemerintah di sana sangat miskin ide dalam upaya mendorong masyarakat melakukan vaksinasi. Iya, kalau para penumpang sudah tervaksin. Bagaimana jika keduanya sama-sama belum divaksin?
Saya juga tak tahu apa jadinya nanti. Allahu alam. Hanya Pak Gubernur yang tahu.
Sekian.
Penulis: Nurmawan Pakaya