60DTK, Nasional: Izin penggunaan darurat ‘Emergency Use Authorization’ (EUA) vaksin Covid-19 menjadi salah satu upaya pemerintah untuk memutus rantai penularan Covid-19, dengan terus memprioritaskan keamanan, khasiat, dan mutu.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Dokter Cissy Rachiana Sudjana Prawira Kartasasmita mengatakan, memang seharusnya pengembangan vaksin baru seperti ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Namun, saat ini World Health Organization (WHO) sudah membolehkan penggunaan vaksin tersebut, karena adanya kebutuhan yang mendesak saat pandemi, dan hal ini ditindaklanjuti oleh pihak BPOM.
“Pemerintah telah mengerahkan segala upaya untuk memutuskan rantai penularan Covid-19. Namun, masyarakat masih banyak yang tidak mematuhi protokol kesehatan sehingga angka penularan melonjak. Itu sebabnya, kita memerlukan langkah terobosan guna mengurangi transmisi virus, yakni dengan vaksin,” ujar perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu, melalui siaran pers, Senin (9/11/2020).
Baca juga: Pemkot Gorontalo Serius Tangani Covid-19, 7 Kecamatan Masuk Zona Hijau
Meskipun begitu, Cissy menegaskan bahwa vaksin ini hanya boleh digunakan pada kondisi darurat seperti di tengah pandemi saat ini, dan oleh tenaga-tenaga medis profesional. Sama sekali tidak untuk diedarkan secara bebas di pasaran.
“EUA diberikan oleh badan regulator di negara masing-masing. Di Indonesia, EUA menjadi kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Sebagai catatan, EUA hanya diberikan untuk pemakaian terbatas di saat pandemi, bukan sebagai izin edar. Tentunya, EUA juga memperhatikan aspek keamanan, khasiat, dan mutu,“ tegasnya.
Ia menjelaskan, EUA ini bahkan sudah mempertimbangkan rasio kemanfaatan dan risiko. Di sisi lain, pemberian EUA juga harus melibatkan seluruh data mutu, nonklinik, dan klinik, serta risiko kondisi kesehatan masyarakat. Data uji klinik sangat diperlukan guna memastikan keamanan dan khasiat, serta mutu vaksin.
Baca juga: Pandemi Covid-19, PDAM Kota Hapus Pembayaran Denda Tunggakan Rekening Air
“Menurut WHO, EUA untuk vaksin diberikan jika minimal 50 persen sukarelawan sudah divaksinasi secara penuh. Kondisi mereka juga terus dipantau selama tiga bulan setelah suntikan terakhir. Hal tersebut juga berlaku untuk vaksin jadi yang diimpor,“ imbuhnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Deputi I BPOM, Togi Hutadjulu menjelaskan, EUA ini diberikan dengan mempertimbangkan asas kemanfaatan yang lebih tinggi dari risikonya. Proses evaluasi keamanan dan khasiat terhadap kandidat vaksin ini juga melibatkan Tim Komite Nasional Penilai Obat yang terdiri atas para ahli farmakologi, klinis, dan pakar-pakar di bidang lain.
“Badan POM baru dapat mengeluarkan EUA jika vaksin telah memenuhi syarat keamanan, khasiat, dan mutu berdasarkan proses evaluasi,” tutup Togi.
Baca juga: Pjs Bupati Trenggalek Tegaskan Semua Jajaran Untuk Pertahankan Zona Kuning Covid-19
Diketahui, implementasi kebijakan strategis dan langkah terobosan ini juga menjadi fokus Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) yang turut didukung Satgas Imunisasi IDAI. (rls)