60DTK, Editorial – Sejak covid-19 mewabah di Indonesia tahun 2020 silam, selain pemerintah yang harus mengeluarkan kebijakan secara cepat dan tepat, ada juga tenaga kesehatan yang harus senantiasa siap siaga dengan segala kemungkinan terburuk. Orang-orang di garis depan, mungkin begitu mereka bisa disebut.
Para tenaga kesehatan ini yang saat itu harus “memasang badan” untuk menangani covid-19 yang mewabah secara tiba-tiba dan brutal. Mengambil orang-orang terkasih, membawa pergi orang-orang tersayang.
Hal ini tentu tidak mudah. Di situasi yang terasa amat baru, para tenaga kesehatan harus melakukan segala sesuatu dengan cepat. Tangan-tangan mereka ditunggu untuk melakukan penanganan secara sigap. Jika tidak seperti itu, satu nyawa lagi akan melayang persis di depan mata.
Hal inilah yang dirasakan oleh Siti Nurhalizah Tjepah. Perempuan asal Gorontalo, yang kini bekerja di salah satu instansi kesehatan di DKI Jakarta itu mengaku sangat ketakutan dengan kondisi ini, tapi sebagai tenaga kesehatan, dia merasa harus tetap kuat.
Baca juga: Covid-19 yang Mengubah Segala Rencana
Sebut saja pengalamannya ketika pada akhirnya harus terpapar covid-19 bersama beberapa kawan kerjanya, dan terpaksa menyaksikan kawan-kawan sesama tenaga kesehatan di instansinya yang meninggal lebih cepat, direnggut oleh covid-19. Semuanya terjadi di depan mata. Siapa yang tidak akan frustasi?
“Meninggalnya teman-teman sesama tenaga kesehatan itu jadi hal yang sangat terpukul untuk saya dan teman-teman lain yang saat itu memang sedang sama-sama berjuang dalam isolasi. Ternyata beberapa dari kami dipanggil duluan sama Allah karena oksigen dalam tubuh yang makin hari makin menurun,” ungkap perempuan yang akrab disapa Ica itu.
Lalu, jika kejadiannya seperti itu, apakah itu berarti para tenaga kesehatan tidak menjaga protokol kesehatan hingga bisa terpapar covid-19? Bukankah seharusnya para tenaga kesehatan lebih tahu soal itu?
Baca juga: Pantang Menyerah Selesaikan Studi Meski di Tengah Pandemi
Itulah brutalnya covid-19. Sudah menjaga protokol kesehatan saja tetap terpapar, apalagi tidak? Dan memang, hal itu pula yang dirasakan oleh Ica dan kawan-kawan di instansinya.
Ica mengaku, saat awal-awal covid-19 mewabah di Indonesia, Ia dan kawan-kawan sejawatnya langsung diberi pelatihan dadakan soal melakukan pelayanan di tengah wabah ini.
“Alhamdulillah saat awal-awal covid-19, saya dan teman-teman bisa tangani atau jaga protokol kesehatan karena memang sejak awal mulai covid-19, dari instansi langsung kasih pengarahan, dari mulai cara pelayanan bertemu dengan orang-orang dari luar, ataupun cara jaga protokol kesehatan yang ketat untuk masuk kantor,” ungkap perempuan penyuka durian itu.
Baca juga: Menyusuri Indonesia Sekaligus Bertahan Sebijak Mungkin di Tengah Pandemi
Perempuan yang hampir lima tahun bekerja di DKI Jakarta itu pun mengaku, untuk menghindari kerumunan, Ia dan tenaga kesehatan lainnya juga dibagi per-sif untuk datang ke kantor.
“Langsung bergantian sif, ada yg dirumahkan beberapa hari dan ada yg dinas biar tidak terjadi kerumunan petugas di pelayanan. Jadi digilir yang dirumahkan,” tuturnya.
Namun, Ica mengaku bersyukur karena saat hari-hari berat itu, Ia masih dikelilingi keluarga dan teman-teman yang baik dan selalu mendukungnya dengan memberikan semangat untuk melewati masa-masa isolasi.
Baca juga: Saya Traveller, Mental Saya Jatuh Karena Covid
Menurutnya, satu-satunya hal buruk saat itu adalah, banyaknya berita soal covid-19 di mana-mana, yang membuat Ia dan teman-temannya sempat stres karena kepikiran.
“Kami diisolasi itu saat covid-19 lagi tinggi-tingginya di Indonesia. Jadi di mana-mana semua berita soal covid-19. Di media sosial ada, berita orang yang meninggal karena covid-19 juga da, di whatsapp grup banyak pengumuman orang yang meninggal, sampai di Masjid dekat tempat tinggal Ica isolasi pun tiap hari dengar berita duka. Betul-betul bikin imun menurun karena kepikiran,” ujarnya prihatin.
Meski begitu, dengan semua struggle yang harus Ia hadapi, Ia bersyukur masih bisa bertahan hingga kini. Ia hanya berharap ke depannya masyarakat bisa lebih sadar akan keberadaan covid-19.
Baca juga: Barista yang Bertahan di Tengah Pandemi
“Harapan Ica manusia lebih saling sadar diri, karena kadang masih ada masyarakat yang tidak percaya covid-19 padahal dikelilingi dengan keluarga dan teman yang sudah terpapar covid. Jadi buat yang tidak percaya dan masih melonggarkan prokes, tolong lebih hargai orang di sekitar. Kalau pun tidak percaya covid-19, setidaknya perketat prokes kalau sedang di luar, untuk menjaga orang lain,” pinta perempuan lulusan salah satu Politeknik Kesehatan di Yogyakarta itu.