60DTK, Kabupaten Gorontalo – Gara-gara membandingkan suara toa Masjid dan Musala dengan gonggongan anjing, Menteri Agama (Menag) RI, Yaqut Cholil Qoumas dilaporkan oleh Aliansi Masyarakat Pencinta Masjid Provinsi Gorontalo (AMPM-PG) ke aparat penegak hukum.
Pantauan awak media, sejumlah orang yang tergabung dalam aliansi tersebut tiba di Polda Gorontalo sekitar pukul 16.27 WITA, Kamis (24/02/2022). Mereka kumudian menyerahkan laporan beserta beberapa barang bukti ke SPKT Polda Gorontalo pada pukul 16.40 WITA.
“Kami menerjemahkan statement Pak Menteri ini menyamakan kumandang azan dengan gonggongan anjing yang mengganggu. Itu yang kami kritisi dan memprotesnya melalui jalur hukum,” jelas Koordinator Aliansi AMPM-PG, Hamid Dude.
Menurut Hamid, apa yang dikatakan oleh Yaqut sangat menyakiti umat Islam. Pasalnya, kumandang azan sangat sakral dan merupakan suara panggilan Tuhan kepada setiap Muslim untuk menunaikan salat yang diperintahkan.
“Kami melihat ini adalah penistaan agama. Silakan Pak Menteri mengatur suara azan, volume azan, tapi jangan memakai analogi gonggongan anjing karena dalam agama Islam anjing ini adalah salah satu hewan yang najis,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Kuasa Hukum AMPM-PG, Ali Rajab menambahkan, pihaknya sangat berharap laporan kliennya dapat segera diproses oleh pihak Polda Gorontalo. Selain telah jadi isu nasional, pernyataan tersebut sudah melukai hati umat Islam.
“Pasal yang kami pakai adalah pasal 156 huruf a KUHPidana, ancaman hukumannya lima tahun,” pungkasnya.
Sebelumnya, Yaqut Cholil Qoumas menjadi sorotan banyak pihak atas penjelasannya mengenai Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Menurutnya, aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk mengatur volume suara toa Masjid dan Musala supaya masyarakat Indonesia yang pada umumnya sangat plural bisa hidup harmonis.
“Kita tidak melarang Masjid, Musala, menggunakan toa, silakan. Karena kita tahu itu adalah bagian dari syiar agama Islam. Tetapi ini harus diatur tentu saja, diatur bagaimana volume speakernya atau toa gak boleh kencang-kencang, 100 desibel maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai menggunakan speaker itu sebelum dan setelah azan, bagaimana menggunakan speaker di dalam dan seterusnya,” ujarnya dikutip dari video yotube MerdekaDotCom, Kamis (24/02/2022).
Menurut Yaqut, di daerah yang mayoritas beraga Islam, hampir setiap 100 sampai 200 meter terdapat Masjid atau Musala. Jika dalam waktu bersamaan tempat ibadah itu menyalakan toa, bisa saja mengganggu masyarakat lain.
“Kita bayangkan lagi, saya ini Muslim, saya hidup di lingkungan nonmuslim, kemudian rumah ibadah sekitaran membunyikan toa sehari lima kali dengan kencang-kencang secara bersamaan, itu rasanya bagaimana,” ujarnya
“Yang paling sederhana lagi, tetangga kita ini kalau kita hidup dalam satu kompleks itu misalnya, kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya, menggonggong dalam waktu bersamaan, kita terganggu nggak? Artinya apa, suara-suara ini, suara apapun itu, harus kita atur supaya tidak menjadi gangguan,” jelasnya.
Pewarta: Andrianto Sanga