60DTK – GORONTALO : Sebagai bentuk protes kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) atas revisi Rancangan Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dinilai mengancam kebebasan pers dalam berekspresi, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Gorontalo bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Lembaga Pers Merah Maroon (LPM) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) menggelar aksi jalan mundur, seakan ingin menegaskan kemunduran demokrasi di Indonesia, Senin (23/09).
Aksi yang digelar dari Bundaran Saronde Kota Gorontalo hingga Gerbang Kampus UNG tersebut dilakukan tak lain karena ada sepuluh Rancangan Undang – Undang (UU) yang dinilai akan sangat membatasi kebebasan pers, bahkan bisa berdampak pidana bagi para wartawan yang meliput.
Baca : Membincang Persma, Membicarakan Kebebasan Pers Di Kampus
Pada kesempatan itu, Ketua AJI Gorontalo, Andri Arnol mengatakan, menurutnya sepuluh pasal tersebut merupakan regulasi yang sengaja dibuat untuk membungkam kebebasan pers.
“Pasal tersebut di antaranya, penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden pasal 238, 239, penghinaan terhadap pemerintah pasal 259, 260, penyebaran ajaran komunisme/marxisme/leninisme pasal 206, 207, penghasutan untuk melawan pengusaha umum pasal 265, 266, tindak pidana terhadap agama pasal 326, 327, pengkhianatan terhadap negara dan pembocoran rahasia negara pasal 223, penyiaran berita bohong pasal 384, penyiaran berita bohong untuk ketentuan pasal 589, penyiaran berita bohong untuk keuntungan pasal 223, serta gangguan dan penyesatan proses peradilan pasal 302, 303,” terang Andri Arnol usai aksi.
Baca : Jurnalis Kampus HUMANIKA IAIN Gorontalo, Jadi Korban Pemukulan Masyarakat Sipil
Selain jalan mundur, massa aksi juga melakukan penandatanganan kain putih sebagai bentuk penolakan keras terhadap RKUHP tersebut. Bahkan mereka juga membawa sepasang burung merpati yang terkurung dalam sangkar, seperti ingin menggambarkan terkungkungnya pers di Indonesia.
Namun pada akhirnya, setelah gelaran aksi yang begitu mengharu biru, untuk menegaskan kebebasan pers yang menurut mereka sama sekali tak boleh dikekang, sepasang burung tersebut pun dilepaskan dan dibiarkan kembali terbang, yang menandakan bahwa kebebasan pers akan selalu ada. (Pendi/60dtk)
.