60DTK, Madiun – Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta menyetujui gugatan antara Moerdjoko dan Tono Sunaryanto terhadap tergugat Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (RI) beserta Muhammad Taufiq, pada 23 Juni 2020.
Hal ini akhirnya disetujui setelah sebelumnya tergugat melakukan banding ke PTTUN. Dalam hal tersebut, pengurus PSHT pusat Madiun menerima putusan banding dari PTTUN yang isinya adalah, PTTUN menguatkan putusan PTTUN dan megabulkan gugatannya, di mana PTTUN memerintahkan Kemenkumham untuk mencabut badan hukum atas nama tersebut.
“Gugatan yang kami ajukan melalui 4 kuasa hukum ke PTTUN sudah diputuskan terkabul, setelah sebelumnya intervensi melakukan banding ke PTTUN,” ujar Ketua Umum PSHT pusat Madiun, Moerdjoko, Jumat (26/06/2020).
Baca juga: PDIP Madiun Gelar Aksi Tuntutan Soal Pembakaran Bendera Partainya
Selain itu, Moerdjoko juga menyampaikan, jika berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Kota Madiun pada waktu lalu, di mana gugatannya terhadap tergugat dalam sengketa kepengurusan yayasan, telah diputuskan oleh pengadilan dengan hasil Niet Ontvankelijke Verklaard (NOV), atau tidak diterima.
Oleh karena itu, pihaknya akan melakukan banding di tingkat Pengadilan Tinggi Jawa Timur. Hal tersebut dilakukan karena berdasarkan musyawarah dari lembaga hukum, pengurus, dan dewan pengurus, disepakati untuk melakukan banding dengan hasil yang diputuskan oleh Pengadilan Negeri Kota Madiun.
Hal senada juga disampaikan oleh Kuasa Hukum PSHT pusat Madiun, Sukriyanto, bahwa hasil keputusan PTTUN yang ada di Jakarta mutlak mengabulkan segala gugatan dari pada kliennya, setelah sebelumnya tergugat melakukan banding.
Baca juga: Sengketa Kepengurusan Yayasan PSHT Ditolak PN Kota Madiun
“Keputusan untuk melakukan banding terkait hasil putusan Pengadilan Negeri Kota Madiun, karena ada suatu hal yang krusial pasca putusan dari hasil sidang di Pengadilan Negeri Kota Madiun kemarin, bahwa secara fakta yang Ia dapatkan, antara yang diucapakan oleh majelis dan putusan dalam sidang di pengadilan sudah berbeda, sehingga mengajukan banding adalah yang menjadi tolok ukur untuk melakukan banding di Pengadilan Tinggi Jawa Timur,” tutur Sukriyanto.
“Kita akan menguji sejauh mana keabsahan keputusan, mana yang berlaku tentang yang diucapkan dengan yang tertulis, agar masyarakat dan dulur-dulur PSHT tidak bingung, karena salinan putusan dengan yang diucapkan sudah berbeda,” imbuhnya.
Pewarta: Puguh Setiawan