60DTK – GORONTALO – Operasi senyap yang melumpuhkan KPK kembali dihembuskan oleh parlemen, di tengah energi publik yang menolak sejumlah calon pimpinan (Capim) KPK yang bermasalah untuk lolos seleksi.
Alhasil, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tiba – tiba melancarkan serangan untuk mendorong revisi UU KPK terkait langkah revisi tersebut.
Gorontalo Anti Corruption Forum menyatakan bahwa ada upaya sistematis untuk mematikan semangat anti korupsi di Indonesia, salah satunya melalui revisi UU KPK yang melemahkan KPK ini.
Baca juga : Turun Ke Desa – Desa, Nelson Tegaskan Itu Bukan Karena Pilkada
Misalnya, kewenangan menyadap harus seizin dewan pengawas yang beranggotakan tiga anggota DPR dan dua usulan presiden, yang artinya KPK tidak lagi independen.
Selain itu, potensi bocornya info penyadapan juga besar. Belum lagi dewan pengawas bisa menolak izin penyadapan. Sudah jadi rahasia umum, anggota DPR selalu ter – OTT KPK.
Itu bisa menimbulkan pertanyaan, “Anda yakin mereka mau mengizinkan penyadapan?” karena konflik kepentingan tinggi sekali. Selanjutnya, KPK juga bukan lagi lembaga negara. Dia berubah menjadi lembaga pemerintah pusat. Artinya, KPK tidak sederajat lagi dengan Presiden, tetapi di bawah ketiak Presiden. Maka siapa yang berkuasa, dialah pengendali KPK.
Oleh karenanya, KPK wajib melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan. Artinya, banyak putusan praperadilan yang aneh harus dilaksanakan oleh KPK, seperti perintah menetapkan tersangka dan menerbitkan SP3.
KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan. Hal itu akan mengakibatkan potensi ruang tawar – menawar dalam penanganan perkara.
Padahal, UU KPK saat ini menganut prinsip kehati – hatian. Karena itu pula, Gorontalo Anti Corruption Forum mengungkapkan harapannya agar seluruh masyarakat, serta Presiden Jokowi untuk melalukan penolakan terhadap revisi UU KPK ini.
Pewarta : Moh. Effendi
Editor : Nikhen Mokoginta